BERITABETA.COM  - Setelah Indonesia, kini Thailand tengah memulai mengembangkan alat pendeteksi virus corona SARS-CoV-2 dari keringat ketiak. Menurut para peneliti keringat ketiak mungkin mengandung sampel virus SARS-CoV-2.

Alat deteksi virus jenis baru ini pun akan diuji coba kepada pedagang di sebuah pasar di Ibu Kota Bangkok pekan ini.

Sebelumnya,  Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Riyanarto Sarno juga mengembangkan inovasi alat pendeteksi Covid-19 melalui bau keringat ketiak yang dinamakan I-Nose C-19.

I-Nose C-19 merupakan alat screening Covid-19 pertama di dunia yang mendeteksi melalui bau keringat ketiak (axillary sweat odor).

Alat tersebut bekerja dengan cara mengambil sampel dari bau keringat ketiak seseorang dan memprosesnya menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.

“Keringat ketiak adalah non-infectious, yang berarti limbah maupun udara buangan i-nose c-19 tidak mengandung virus Covid-19,” Riyan seperti dilansir dari Kompas, Senin 18 Januari 2021 lalu.

Sementara di Thailand,  Dr. Chadin Kulsing, salah satu peneliti dari Universitas Chulalongkorn Bangkok, pada Kamis (9/9/2021) seperti dikutip dari CCNIndonesia menjelaskan, dari sampel itu pihaknya menemukan bahwa orang yang terinfeksi Covid-19 mengeluarkan bahan kimia yang sangat berbeda.

"Kami menggunakan temuan ini untuk mengembangkan alat pendeteksi bau spesifik yang dihasilkan oleh bakteri tertentu dalam keringat pasien Covid-19," ungkapnya.

Kulsing mengklaim bahwa tes Covid-19 dengan alat ini 95 persen akurat. Ia juga berharap tes ini dapat menjadi salah satu alternatif alat deteksi Covid-19 dengan harga yang lebih terjangkau dari polymerase chain reaction (PCR) dan antigen.

Sampai saat ini, alat tersebut masih dalam tahap pengembangan. Penelitian terkait perangkat ini pun belum dipublikasi atau diverifikasi oleh lembaga berwenang.

Alat tes Covid-19 dari keringat ini mengadaptasi perangkat yang biasanya digunakan untuk mendeteksi bahan kimia beracun.

Nantinya, pasien diminta meletakkan kapas di bawah lengan selama 15 menit, sebelum kapas dimasukkan ke dalam botol kaca dan disterilkan dengan sinar ultraviolet. Hasilnya akan selesai dalam waktu 30 detik.

"Teknisi kemudian mengambil sampel dalam jumlah yang sesuai menggunakan selang hisap dan menekan itu ke dalam botol pengujian untuk mengetahui hasilnya," kata Kulsing.

Respon masyarakat akan tes ketiak ini terbilang positif. Para pedagang di pasar Bangkok berpendapat alat ini lebih nyaman digunakan dibandingkan tes swab lewat hidung.

"Dengan tes PCR saya harus berada di laboratorium tempat pengujian, duduk, dan menunggu hasilnya dan itu hanya membuang waktu saya," ujar salah satu penjual seperti dilansir AFP.

Sama seperti kebanyakan negara di Asia Tenggara, Thailand masih berjuang melawan gelombang infeksi Covid-19 ketiga yang diperparah dengan penyebaran varian Delta virus corona.

Sampai saat ini, total jumlah infeksi Covid-19 di Thailand mencapai 1,3 juta kasus. Pada hari ini, Thailand mencatat 16 ribu kasus baru dalam sehari.

Sedangkan I-Nose C-19 buatan ITS memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan teknologi screening Covid-19 lainnya. Salah satunya, sampling dan proses berada dalam satu alat, sehingga seseorang dapat langsung melihat hasil screening pada I-Nose C-19. Hal ini tentunya menjamin proses yang lebih cepat.

"I-nose c-19 juga dilengkapi fitur near-field communication (NFC), sehingga pengisian data cukup dengan menempelkan e-KTP pada alat deteksi cepat Covid-19 ini,” jelasnya.

Ryan memaparkan bahwa data dalam I-Nose C-19 terjamin handal karena penyimpanannya pada alat maupun cloud. Penggunaan cloud computing mendukung I-Nose C-19 dapat terintegrasi dengan publik, pasien, dokter, rumah sakit maupun laboratorium.

"Dengan berbagai kelebihan yang ada, I-nose C-19, karya anak bangsa, hadir untuk menjawab tantangan pandemi Covid-19 yang belum terkendali,” ujarnya.

Selain terjamin dari segi biaya karena menggunakan komponen teknologi yang murah, I-Nose C-19 juga tidak membutuhkan keahlian khusus dalam implementasinya.

“Scanner ini dapat dilakukan oleh semua orang dengan perangkat pengaman yang lebih sederhana yakni hanya sarung tangan dan masker sebagai perlindungan dasar,” tuturnya.

Diungkapkan Ryan, I-Nose C-19 merupakan hasil penelitian selama empat tahun yang kemudian dioptimalkan dengan menyesuaikan virus Covid-19 sejak Maret 2019 lalu. Saat ini, I-Nose C-19 telah sampai pada fase satu uji klinis.

“Ke depannya akan ditingkatkan lagi data sampling-nya untuk izin edar dan dapat dikomersialkan ke masyarakat,” ujar dosen Teknik Informatika ITS ini (*)

Editor : Redaksi