BERITABETA.COM, Ambon – Perkara tindak pidana korupsi (tipikor) Keuangan Daerah Pemerintah Kabupaten Buru Tahun Anggaran 2016-2018, menjerat mantan Sekretaris Daerah (sekda) Buru, Ahmad Assagaff dan mantan Bendahaara Pemkab Buru, La Jony (almarhum).

Ahmad Assagaff telah dieksekusi ke Lapas Ambon pasca divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon, pada 14 Januari 2021 lalu. Sedangkan terdakwa La Jony, mantan bendahara Setda Buru, meninggal dunia. Karena ketentuan, maka status hukum (almarhum) dengan sendirinya gugur.

Terlepas dari itu, sidang dengan agenda vonis saat itu, terdakwa/terpidana Ahamad Assagaff blak-blakan menyebut Bupati Ramly Umasugi dan Wakil Bupati Buru, Amos Besan turut menrima uang yang bersumber dari keuangan daerah kabupaten Buru tahun anggaran 2016-2018.

Namun soal ini, pihak Ditreskrimsus Polda Maluku belum bisa memastikan untuk melakukan proses penyelidikan maupun penyidikan ulang seputar pengakuan mantan Sekda Buru tersebut.

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Maluku, Kombes Pol. Eko Santoso mengklaim, pihaknya sudah selesai melakukan seluruh proses penyelidikan dan penyidikan.

“Kami sudah periksa semua sebelum diajukan ke JPU. Yang kami bisa buktikan sudah diserahkan dan sudah diajukan penuntutan oleh Jaksa, tugas kita sudah selesai,” ujar Kombes Pol. Eko Santoso kepada beritabeta.com saat di konfirmasi melalui Whas’App, Selasa (02/03/2021).

Kombes Pol Eko menjelaskan, meski ada keterangan yang disampaikan terdakwa/terpidana dalam persidangan dengan menyebut Bupati-Wakil Bupati ikut terima dana, hanya saja, keterangan bersangkutan itu sejak perkaranya diproses Ditreskrimsus Polda Maluku, mantan Sekda Buru itu justru tidak pernah menyampaikan hal itu kepada penyidik.

“Itu harus dijelaskan oleh bersangkutan. Misalnya dana yang diterima (bupati-wakil Bupati) itu berapa dan kapan? dia harus buktikan itu. Keterangan itu tidak pernah dia sampaikan saat bersangkutan diperiksa oleh penyidik. Yang jelas, seluruh proses perkara ini sudah kita selesaikan,” tandas Kombes Pol. Eko Santoso.

Terpisah, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejaksaan Tinggi Kejati) Maluku Sammy Sapulette mengatakan, terpidana Ahmad Assagaff sudah dieksekusi ke Lapas Ambon usai divonis bersalah oleh majelis Pengadilan hakim Pengadilan Tipikor pada 14 Januari 2021 lalu.

“Bersangkutan sudah dieksekusi,” ujar Sammy Sapulette kepda bertabeta.com, Selasa (02/03/2021).

Sementara soal pengakuan mantan Sekda Buru di atas, Sammy tidak bisa mengomnetari hal itu. “Karena perkara ini diusut oleh pihak Ditreskrimsus Polda Maluku,” tuturnya.

Review

Sekedar diingat, sidang pada Kamis 14 Januari 2021 lalu berlangsung secara virtual dengan agenda pembacaan putusan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Ambon dipimpin Ahmad Hukayat (hakim ketua), beranggotakan Cristina Tetelepta dan Herry Liliantono.

Sesuai amar putusan yang dibacakan hakim ketua Ahmad Hukayat menyatakan, terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi, menyalahgunakan keuangan daerah Kabupaten Buru tahun 2016-2018, hingga menyebabkan kerugian bagi negara.

Terdakwa (Ahmad Assagaff) divonis dengan hukuman pidana badan selama 7 tahun penjara. Ia juga dihukum membayar denda Rp.200 juta subsider tiga bulan kurungan. Pula membayar uang pengganti Rp.9 miliar lebih, dengan ketentuan apabila terdakwa tidak mengembalikan maka diganti dengan tambahan pidana penjara selama dua tahun.

“Mengadili, terdakwa Ahmad Assagaf terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaiamana diatur dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana dirubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP,” ucap hakim ketua Hukayat diampingi dua hakim anggota, Cristina Tetelepta dan Herry Liliantono, saat membacakan amar putusan terdakwa.

Menurut majelis hakim, perbuatan terdakwa dalam jabatan sebagai Sekda Kabupaten Buru saat itu tidak mendukung pemerintah dalam upaya pemberantasan korupsi. Ahmad Assagaff hanya diam menyimak amar putusan yang dibacakan majelis hakim.

Saat majelis hakim memberikan kesempatan kepadanya untuk menanggapi vonis (majelis hakim), Assaggaff menyatakan pikir-pikir. Dia lalu mengangkat tangan sambil memegang lembaran kertas yang menyampaikan keterlibatan Bupati Buru Ramli Umasugi dan Wakil Bupati Buru Amos Besan, terlibat ikut menerima dana tersebut.

“Yang mulia atas putusan tersebut saya nyatakan pikir-pikir. Saya berterimakasih. Namun, perlu saya tunjukan di kertas saya ini adalah bukti pengambilan uang Bupati dan Wakil Bupati. Terimakasih, kiranya ini dipertimbangkan nantinya,” pinta Assagaff kepada majelis hakim.

Namun majelis hakim tidak langsung memerintahkan JPU untuk menyampaikan pengakuan Ahmad Assagaff untuk diproses lanjut oleh pihak Ditreskrimsus Polda Maluku.

Terkait ha,l itu, sebelumnya Pengacara Ahmad Assagaff dalam hal ini Boyke Lesnussa mengatakan, apa yang disampaikan klienya itu baru keterangan terbaru. Ia berharap dapat di lihat oleh Jaksa sebagai bentuk tindak lanjut atas kasus korporasi ini.

“Saya baru tahu. Tapi soal bukti yang ditunjukkan, saya baru tahu. Saya berharap kasus ini bisa diproses lanjut,” pinta Lesnussa saat itu.

Ahmad Assagaff dan Almarhum La Jhoni sebelumnya dituntut 7 tahun penjara oleh JPU Kejati Maluku, Ahmad Atamimi Cs. Selain itu, keduanya dihukum membayar denda Rp 500 juta atau subsider 6 bulan kurungan.

Assagaff di hukum membayar uang pengganti sebesar Rp. 11. 328.487.705, dengan ketentuan apabila uang pengganti tersebut tidak dibayar dalam waktu sebulan sesudah putusan pengadilan, maka harta benda milik terpidana akan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti dimaksud.

Jika Assagaff tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 3,6 tahun penjara. Assagaff dan La Joni Ali (alm) didakwa melakukan tipikor penyalahgunaan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Buru tahun 2016-2018.

Dalam surat dakwaan yang dibacakan JPU Kejaksaan Tinggi Maluku di persidangan sebelumnya menyatakan, terdakwa telah memperkaya diri sendiri.

“Terdakwa mengambil keuntu­ngan dari Belanja Perawatan Kendaraan Bermotor, Belanja Sewa Sarana Mobilitad, Belanja Sewa Perlengkapan dan Peralatan Kantor TA. 2016, 2017 dan 2018 serta Belanja Penunjang Operasional KDH/WKDH Tahun Anggaran 2018 untuk kepentingan pribadi sebesar Rp. 11.328. 487.705. Terdakwa menggunakan tiga modus untuk melakukan ko­rupsi,” kata Ahmad Attamimi.

Pertama, belanja dipertanggung jawabkan lebih tinggi dari pengeluaran sebenarnya. Kedua, belanja dipertanggungjawabkan untuk kegiatan yang tidak dilaksanakan. BPO direalisasikan lebih tinggi dari anggaran yang tersedia.

Dua terdakwa memerintahkan pegawai untuk membuat laporan pertanggungjawaban yang tidak pernah dilakukan. Lalu, dana yang berasal dari belanja yang dipertanggungjawabkan lebih tinggi dari pengeluaran sebenarnya dan dari kegiatan yang tidak dilaksanakan itu, diserahkan ke Ahmad. Dananya diberikan secara tunai, melalui transfer bank, atau bahkan melalui orang-orang yang ditunjuk.

Isi dakwaan juga menyebut semua tindakan itu berdasarkan perintah Ahmad Assagaff. Ia memerintahkan Mansur Mamu­latu selaku Plt. Asisten III Setda menyediakan kelengkapan bukti pertanggungjawaban Belanja Sarana Mobilitas berupa Salinan STNK dan SIM untuk kemudian diserahkan kepada staf Setda.

Terdakwa juga memerintahkan saksi Syahril Kalang, Salma Assagaf, Rahma Sanaky, Ayu Pricillia selaku staf Setda Kabupaten Buru TA. 2016, 2017 dan 2018 untuk membuat bukti pertanggungjawaban atas kegiatan yang tidak dilaksanakan.

Lalu, Safrudin selaku PPK-SKPD Setda TA. 2016, 2017 dan 2018 (Ja­nuari 2016 s.d Juni 2018) tidak menguji kebenaran bukti pertanggung jawabar dan mengetahui bahwa ke­giatan tersebut tidak dilaksanakan.

Selanjutnya, La Joni memerintahkan saksi Syahril untuk membuat kwitansi pertanggung jawaban yang tidak sesuai derigan realisasi pengeluaran sebenarnya dengan cara menuliskan isi, tanggal, dan nilai kuitansi berdasarkan memo yang ditulis tangan.

Para staf Setda tersebut lalu membuat nota pembelian/sewa untuk distempel dan ditandatangani oleh para penyedia barang/jasa. Selain itu, dia juga memerintahkan staf untuk menandatangani kwitansi untuk kegiatan yang tidak dilaksanakan tersebut.

Terdakwa juga memerintahkan untuk menuliskan nama dan nilai belanja pada lembar kwitansi internal, dan kwitansi penyedia barang/jasa sesuai dengan memo yang dituliskan. (BB-SSL)