Sosialisasi Peraturan BPH Migas, Saadiah Dorong BBM Satu Harga
“Jawabannya ada pada lembaga penyalur. Artinya, lembaga penyalur yang bisa hadir langsung ke masyarakat. Dari data yang kami himpun untuk SPBU hingga ATMS di Maluku ternyata masih kurang,” bebernya.
Saadiah mengakui berdasarkan laporan BPH Migas tentang hirilisasi BBM di wilayah Maluku masih tergambar secara nasional seperti yang sudaah ada pada data usulan dari BPH Migas.
Ia menegaskan, posisi Maluku dalam hal hilirisasi BBM mestinya menjadi perhatian serius pihak BPH Migas. “Ketiga soal gas. Di mana pada Rencana Umum Energi Nasional atau RUEN juga sudah diatur tentang penggunaan gas sampai ke rumah-rumah masyarakat,” imbuhnya.
Untuk mengurusi ihwal tersebut, menurut Saadiah, anggaran yang telah dialokasikan sekitar 3 triliun lebih. Budget itu untuk pembangunan jaringan gas sampai ke rumah.
“Harapan kami di Maluku juga bisa disiapkan sedini mungkin. Terkait dengan persiapan, yang harus didorong adalah pemerintah daerah harus sring duduk Bersama dengan pemerintah kabupaten. Pertamina juga harus diskusi terkait dengan persoalan yang ada, sehingga terkesan tidak eksklusif. Pertamina hadir agar masyarakat tidak mengeluh. Pertamina harus meminimalisir masalah,” tandasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Daerah (Sekda) Kasrul Selang mewakili Gubernur Maluku mengapresiasi positif komitmen Saadiah Uluputty mewacanakan BBM satu harga di provinsi seribu pulau itu. “Terlebih perhatian akan ketersediaan stock BBM di Maluku,” ujarnya.
Diakuinya, masyarakat sering mengeluh soal BBM terhadap Pemprov Maluku misalnya di jazirah Leihitu yang sering terjadi kelangkaan.
“Sedikit-sedikit (BBM) langka. Jazirah Leihitu itu pintu masuknya Pulau Seram. Seram itu kalau jam segini, semua transportasi laut masuk melalui Desa Hila maupun Hitu. Ternyata BBM disitu sering langka utamanya minyak tanah. Warga terpaksa harus beli hingga di Wayame, juga ke pompa bensin yang paling dekat,” ungkap Kasrul mengutip laporan warga.
Padahal, ketersediaan pos-pos penyalur BBM juga ada di Hila dan Hitu. Kenapa seperti itu (terjadi kelangkaan)? Ternyata, ada pengalihan lonjakan. Pihak BPH dan SPBU harus lebih ramah lingkungan dan sebagainya.
“soal kuota tahun 2021 sudaah kami urai. Kadang kadang cukup, sebaliknya juga tidak cukup. Cukup itu sebanarnya dari sisi jumlah, tapi hanya distribusinya saja yang tidak merata. Mungkin ada yang lebih banyak di Pulau Seram dan ada yang kurang juga, begitulah dinamika kita disini (Maluku),” tutur Kasrul.
Terkait masalah tersebut, Kasrul mendorong, perlu lagi dibuat ‘panggung’ atau forum khusus guna menggotong para kepala dinas misalnya dinas kesehatan, koperasi, terutama perikanan untuk saling berkoordinasi menyikapi problem dimaskud dengan para penyalur. (BB-YP)