BERITABETA, Ambon – Penobatan Shafiq Pontoh sebagai Duta Media Sosial (Medsos) Kota Ambon menuai protes warga Maluku. Sejumlah kalangan berang dan mempertanyakan sikap Walikota Ambon Richard Louhenapessy atas pemberian gelar tersebut.

Shafiq Pontoh dinobatkan sebagai Duta Medsos melalui surat keputusan  (SK)  Walikota Ambon Nomor 371 tahun 2018. Penetapan ini dinilai  menghina nalar warga Maluku, khususnya kaum muda.  Apalagi proses itu juga dilakukan saat momentum perayaan HUT kota Ambon ke -443.

“Kami meminta pertanggungjawaban Walikota Ambon kepada seluruh pemuda baik yang ada di Kota Ambon, maupun Maluku secara keseluruhan. Shafiq Pontoh tidak seharusnya mendapatkan gelar itu, karena secara terbuka dan disaksikan seluruh rakyat Indonesia telah penghina pemuda Kota Ambon, “ protes  Wakil Ketua DPD KNPI Provinsi Maluku,  Mahda Mony dalam relisnya yang dikirim  kepada media ini , Jumat (07/09/18).

Mahda Mony menegaskan,  meskipun Shafiq Pontoh telah menyampaikan permohonan maaf atas pernyataan yang bermakna “pemuda Ambon gaptek dan tidak melek IT” tapi bukan  lantas yang bersangkutan diberikan gelar duta media sosial.

“Apakah anak muda Maluku tidak punya kemampuan seperti dia?. Kita minta Walikota Ambon untuk mencabut gelar tersebut,”tegasnya Mahda.

Protes atas pemberian gelar duta medsos itu juga mengalir cukup deras di ruang public media sosial (facebook) secara beruntun. Sejumlah netizen menyampaikan sikap yang sama atas keputusan Walikota Ambon Richard Louhenapessy.

Ketua LSM Pukat Seram Fahri Asyathry bahkan menilai sikap Walikota Ambon memberikan gelar duta kepada Shafiq Pontoh merupakan langkah yang benar-benar dungu.

“Apa kita kekurangan stok anak muda Maluku yang cerdas dan paham medsos,  sehingga SP harus dinobatkan sebagai duta?Mestinya Walikota Ambon menunjukkan standing positionnya sebagai anak Maluku yang punya muruah dimata publik Indonesia,” tulis Fahri penuh protes di status facebooknya.

Dia menambahkan, langkah Walikota Ambon itu menghina nalar publik dan secara tidak langsung menjatuhkan harga diri anak-anak Maluku. “Itu langkah konyol walikota yang pernah dibuat. Seharusnya SP dinobatkan sebagai duta dungu, bukan duta medsos,” ungkap Fahri lagi.

Protes serupa juga disampaikan Bartho Diaz salah satu tokoh masyarakat. Bartho memposting kekesalannya melalui akun facebook.

“Jengkel ee, ampong dosa jua. Jangankan sistim medsos tuh, HP rakitan pun katong bisa bikin akang. SDM anak Maluku dihormati lah, katong tidak minta dihargai, tapi itu kan memutar balik cerita,” tulis Bartho. (BB)