BERITABETA.COM – Hari Artileria 4 Desember 1975 silam menjadi babak baru dalam hidup sang perwira TNI asal Maluku yang tergabung dalam Kesatuan Arteleri Medan (Armed) ini.  

Putera Maluku kelahiran Saparua, 22 November 1948 itu, seperti tak pernah tersorot oleh publik. Padahal, jasanya di Kesatuan Armed TNI cukup gemilang  dengan sejumlah prestasi.

Ia juga  meraih pangkat yang prestisus hingga pensiuan dengan dua bintang di pundak Mayor Jenderal (Purn) di TNI.

Adalah Mayjen TNI (Purn) Yan Louhenapessy. Ia adalah perwira sejati yang ikut dalam memimpin pasukan pada Operasi Bintang Seroja di Timur-timur tahun 1975.

Tergabung dalam Batalyon Armed 12 Para/ Angicipi berlokasi di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Yan yang saat itu berpangkat Lettu Art harus siap menerima tantangan sebagai seorang prajurit sejati dalam membela negara.

Usai memperingati Hari Arteleria 4 Desember 1975, Baterai Armed 12 Para dengan komandan Kapten Art Pardiman Santoso diperintahkan untuk mengikuti apel luar biasa.

Lettu Art Yan Louhenapessy diminta untuk mendampingi Kapten Art Pardiman. Kedua perwira ini menerima perintah untuk melaksanakan persiapan pemberangkatan ke daerah operasi di Timor Lorosae.

Mereka harus berangkat secara gabungan dari Batalyon Armed 10 Para dan Batalyon Armed 12 Para, Resimen Armed 2 Kostrad.

Kapten Art Pardiman  dan Lettu Art Yan Louhenapessy harus mengecek lebih dulu senjata organik masing-masing dan mempersiapkan empat pucuk meriam gunung M-48 kaliber 76 mm yang dibeli dari Yugoslavia.

“Besok harinya kami melakukan persiapan perlengkapan tempur pribadi. Rencananya, Baterai B Yon Armed 12 Para akan melaksanakan penerjunan bersama Brigif Linud 17 di daerah sasaran yang sudah ditentukan,” ungkap Jenderal TNI Yan Louhenapessy membuka kisahnya.

Esoknya, 5 Desember 1975, seluruh personel Baterai sudah dikonsinyir. Kesemuanya berada di satu tempat di dalam Benteng Asrama Yon Armed 12 Para sambil mengecek perlengkapan kesiapan operasi.

Karena tempat konsinyir tidak terlalu jauh dari perumahan tempat tinggal anggota. Ibu-ibu dan anak-anak mereka berbondong-bondong datang ke Benteng untuk melihat ayah mereka. Keluarga-keluarga kecil itu saling membuat salam perpisahan.

Sekitar pukul 19.00 WIB, seluruh anggota keluarga yang tengah berkumpul diminta untuk kembali ke rumah masing-masing karena pasukan akan melakukan pengecekan terakhir.

“Istri saya tidak datang karena rumah hanya 300 meter dari gerbang Batalyon,” ujarnya.

Pukul 21.00, Yan menyempatkan pulang ke rumah untuk berpamitan dengan istrinya Hariyati. Mereka berdoa memohon keselamatan kepada tuhan. Ada rasa berat di hatinya, namun sebagai prajurit sudah terpatri di hatinya bahwa tugas negara di atas segala-galanya.

Yan harus meninggalkan istri yang sedang hamil dua bulan anak kedua mereka. Anak pertama laki-laki baru berusia satu tahun, lahir persis akhir Desember 1974. Rumah mereka berada di Jalan Diponegoro, Ngawi.

“Sebelum kembali, saya berpesan kepada istri untuk tidak tidur sampai konvoi yang akan berangkat lewat di depan rumah,” imbuh alumni Akmil 1971 ini.

Barulah pukul 24.00 konvoi pasukan meninggalkan markas menuju Lanud Iswahjudi untuk diangkut pesawat Hercules. Ratusan pasang mata melepas kepergian suami dan ayah yang mereka cintai.

Di Lanud Iswahjudi sudah menunggu pesawat C-130 Hercules yang akan mengangkut pasukan Yonif Linud 501 dan Armed 12 Para. Pasukan ini akan diterjunkan di Dili.

Operasi penerjunan Armed 12 yang seharusnya menggunakan pesawat Hercules dari Madiun, berubah di tengah jalan. Perintah terbaru untuk Baterai Armed yang berkekuatan empat pucuk meriam itu adalah diberangkatkan menggunakan kapal perang dari Tanjung Perak menuju Baucau, dimana pasukan Marinir mendarat terlebih dahulu bersama tank amfibi.