BERITABETA.COM, Ambon - Kasus kekerasan seksual  yang menimpa seorang siswi kelas 1 SMA di Kabuaten Kepulauan Tanimbar [KKT] akhirnya mendapat respon dari aktivis perempuan dan anak di Maluku.

Kasus yang terjadi di Desa Alusi Batjasi, Kecamatan Kecamatan Kormomolin, KKT itu dinilai sebagai kekacauan dalam penegakan hukum, karena tidak ada alasan membiarkan kasus yang sudah menelan korban anak di bawah umur.

“Kacau balau dan carut marut penegakan hukum yang kemudian menjadi malapetaka bagi korban,” kata Aktivis Perempuan dan Anak di Maluku Lusi Peilouw kepada beritabeta.com, Senin malam (29/11/2021) menanggapi kejadian bejat tersebut.

Ia mengatakan, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar  dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A),  Pengendalian Penduduk dan KB yang diberikan tupoksi untuk perlindungaan anak harus responsif.

“Korban harus segera ditemui dengan keluarganya untuk  membuka akses layanan hukum bagi korban,” pungkasnya.

Menurut Lusi, kondisi ini terjadi karena lemahnya penegakan hukum di daerah kepulauan. Makin jauh dari pusat-pusat pemerintan baik provinsi maupun kabupaten/kota, menyababkan makin jauh pula masyarakat dari layanan penegakan hukum.

“Kalau sudah begini, hilang sudah harapan bagi korban untuk mendapatkan keadilan,” tegasnya.

Direktur Yayasan Mutiara Maluku ini mendesak agar kasus ini tidak hanya didiamkan begitu saja.  Guru yang mengetahui kasus ini harusnya bisa mengadukan hal itu ke kepolisian.

Sedangkan bagi perangkat desa yang lalai akan tanggungjawabnya, Lusi menilai harus dikenakan pasal pembiaran atau bahkan patut diduga  ikut serta dengan pelaku melakukan tindakan kejahatan itu.

“Kalau Kades atau perangkatnya tidak bergerak, yah guru yang harus bergerak. Bikin pengaduan, atau bersama mendampingi korban dan keluarga membuat laporan ke polisi,” sarannya.

Seperti diberitakan  sebelumnya, Soertien Tetelepta,S.Pd seorang guru yang juga warga Desa Alusi Batjasi menduga kasus ini ditutupi oleh perangkat Desa Alusi Batjasi, Kecamatan Kecamatan Kormomolin

Padahal, pelaku tertangkap melakukan perbuatan bejatnya itu pada tanggal tanggal 24 Septenber 2021 di desa tersebut kepada korban yang berusia sekitar 15 tahun [di bawah umur].

“Pelaku ditangkap istrinya saat melakukan tindakan bejatnya kepada korban,” ungkap Tetelepta.

Tetelepta membeberkan, pelakunya berinisial FN berumur sekitar 31 tahun.  Dari pengakuan korban kejadian yang dilakukan oleh pelaku terhadap dirinya sudah terjadi 6 kali saat korban masih duduk di bangku SLTP kelas 2 (BB)

Editor : Redaksi