Ada kondisi lain misalnya, berakibat eating disorder. Korban merasa overweight atau underweight, korban body shaming akan berusaha untuk mengubah ukuran tubuhnya. Mereka akan mengurangi atau menambah porsi makan mereka dari biasanya, demi target yang ingin dicapai.

Kalau terus-menerus dilakukan, tentu saja hal ini bisa berbahaya bagi kesehatan tubuh. Bila kamu ternyata mengalami eating disorder (kelainan pada kebiasaan makan).

Padahal, tujuannya hanya satu, yaitu memperoleh tubuh yang sempurna sehingga tidak lagi menjadi bahan bullying. Orang gemuk dan obesitas diidentikkan dengan pemalas yang banyak makan.

Tetapi tahukah kamu? Dr. Rebbeca Puhl,  Wakil Direktur Rudd Center for Food Policy and Obesity di University of Connecticut seperti dikutip dari tirto.id mengatakan bahwa kegemukan juga disebabkan oleh faktor lain seperti genetis atau serangan penyakit.

Banyak penderita obesitas yang berusaha menguruskan badan, namun sekuat apapun usahanya, mereka tetap gagal. Alih-alih mengolok-olok, para penderita obesitas dan kegemukan ini justru butuh dukungan moral untuk menjalani pola hidup sehat. Jika kita benar-benar peduli dengan para penderita kegemukan ini, menghentikan “fat shaming” adalah awal yang baik.

Bullying atau ejekan dan olok-olokan terhadap orang gemuk dan penderita obesitas tidak hanya terjadi pada masyarakat biasa. Artis Audy Item sering menerima ejekan atau fat shaming karena bentuk badannya yang gemuk. Namun dia menjawab dengan bijak, bahwa dia hanya ingin sehat dengan betuk tubuh apapun.

Kitapun demikian, jika memiliki tubuh yang kelebihan size, belajarlah mencintai diri kita sendiri untuk menerima ketidaksempurnaan kita. Kebahagiaan orang lain bukanlah menjadi tanggung jawab kita tapi kebahagiaan kita adalah tanggung jawab kita sepenuhnya. Bukan egois tapi mencintai diri sendiri membuat diri kita merasa berharga.

Ancaman Hukuman

Tidak main-main, ternyata perbuatan body shaming atau penghinaan fisik di media sosial maupun ruang publik dapat dilaporkan ke kepolisian dan dijerat dengan Pasal 27 ayat 3 Juncto Pasal 45 ayat 3 UU ITE tentang pencemaran nama baik/penghinaan (delik aduan) serta Pasal 315 KUHP tentang penghinaan ringan.

Dalam Pasal 27 ayat 3 UU ITE berbunyi “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 750 juta.

Sedangkan, berdasarkan Pasal 315 KUHP berbunyi “Tiap-tiap penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.

Mengutip dari Hukum Online, untuk mengetahui apakah body shaming di media sosial dapat dikategorikan sebagai penghinaan, kita bisa merujuk pada pasal penghinaan ringan menurut Pasal 315 KUHP di atas.

Dengan adanya undang-undang tersebut, maka sudah sepatutnya kita menjaga dalam berkomentar di media sosial. Bukan saja supaya tak terjerat hukum, tetapi karena body shaming itu sendiri merupakan perbuatan yang menyinggung perasaan orang lain (***)