BERITABETA.COM, Ambon - Pemekaran Kecamatan Banda Besar menjadi harapan masyarakat Banda utamanya warga di 10 desa di wilayah Banda Besar, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng), Provinsi Maluku.

Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua Aliansi Pemuda Banda Bersatu untuk Perjuangan Pemekaran Kecamatan Banda Besar (Amanat Banda), Munawir Husin, dan Ketua LSM Beta Puang, Hendry Semarang, kepada beritabeta.com di Ambon, Selasa (16/11/2021), menyikapi Bupati Malteng Abua Tuasikal, dan DPRD Malteng yang dinilai lamban memekarkan Banda Besar menjadi Kecamatan.

Munawir dan Hendry berpendapat, dengan pemekaran Banda Besar menjadi Kecamatan akan berdampak luar biasa terhadap masyarakat di 10 desa yaitu; Lonthoir, Boiyauw, Walang Spanciby, Kombir Kasestoren, Selamon, Dender, Waer, Lautang, Uring Tutra, dan Pulau Hatta.

Alasan utama dari pemekaran ini, untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan. Sebab, selama ini hampir semua urusan berhubungan dengan administrasi pemerintahan kecamatan, masyarakat setempat harus pergi ke Kota Naira-Pulau Naira. Alasan lain dari tuntutan pemekaran Banda Besar menjadi Kecamatan adalah untuk pemerataan pembangunan dan peningkatan ekonomi masyarakat.

“Keinginan masyarakat ini bukanlah sesuatu yang mustahil, karena secara administratif persyaratan untuk dimekarkan menjadi sebuah kecamatan sudah terpenuhi. Seperti jumlah desa yang bergabung sebanyak 10 desa, jumlah penduduk, luas wilayah yang representatif, serta potensi pengembangan ekonomi yang cukup menjanjikan,”sebutnya.

Selain itu, rencana pemekaran ini sudah memiliki naskah akademik. Lalu masyarakat pun telah menyiapkan lahan untuk ibukota kecamatan termasuk lahan untuk pembangunan perkantoran.

Secara historis, kata mereka, perjuangan untuk pemekaran Kecamatan Banda Besar sudah dimulai sejak tahun 2015.  Mereka menjelaskan kronologis usulan pemekaran melalui hak inisiatif DPRD Maluku Tengah, dan sempat dibentuk Pansus Pemekaran Kecamatan Banda Besar.

Berdasarkan rekomendasi Pansus ini menyatakan, Banda Besar telah layak untuk dimekarkan menjadi kecamatan. Usulan ini telah diagendakan dalam Rapat Paripurna pada 21 Agustus 2021 bersama Pemda Kabupaten Malteng untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah atau Perda.

“Namun Pemda Malteng menolak usulan tersebut dengan alasan cacat adminitrasi yang mana menurut regulasi terbaru bahwa jumlah desa yang akan bergabung belum mencukupi yaitu hanya 9 desa (minus Desa Pulau Hatta),” ungkapn Munawir dan Hendry.

Sidang paripurna ini dipimpin oleh Ibrahim Ruhunussa, mantan Ketua DPRD Malteng termasuk dihadiri oleh 27 anggota dewan dari total 40 orang.

Agenda utamanya yakni Pembentukan Kecamatan Seram Utara Teluk Dalam, dan Kecamatan Pulau Banda Besar guna disetujui Ranperdanya.

Dalam penyampaian pandangan saat itu, semua anggota dewan menyetujui pemekaran dua kecamatan tersebut. Kecuali, dua orang anggota yaitu Syahbudin Hayoto dari partai Gerindra dan Said Patta dari PPP, yang tidak setuju.

Pada 4 Desember 2020, saat kunjungan kerja dan pelantikan tiga Kepala Pemerintahan Negeri Administratif di Kecamatan Banda, saat itu Bupati Malteng Abua Tuasikal berjanji kepada masyarakat Banda, akan mengawal dan merealisasikan pemekaran Kecamatan Banda Besar, sebelum akhir masa jabatannya pada 2022 mendatang.

Tindak lanjut dari janji itu, kata Munawari dan Hendry, Bupati lalu membentuk Tim Percepatan Pemekaran Kecamatan Banda Besar dengan tugas utama untuk melengkapi segala persyaratan administrasi yang berhubungan dengan pemekaran.

Pada 3 Juli 2021 usulan pemekaran Kecamatan Banda Besar kembali dibahas oleh DPRD Malteng atas usulan Pemkab Malteng hingga ke tahapan paripurna Ranperda, rekomendasi Paripurna. Tapi usulan tersebut dibawa ke mekanisme Pansus, bukan dibahas  ke Komisi sebagaimana mestinya.

Pasca paripurna, kata mereka, DPRD Malteng tidak pernah membentuk Pansus sebagaimana keputusan paripurna pada Juli lalu.

“Bupati Malteng terkesan diam, lepas tangan alias tidak mengawal usulan tersebut.  Terkait hal ini beberapa perwakilan masyarakat Banda juga pernah melakukan hearing dengan Komisi A DPRD Malteng. Tapi kegiatan ini diintimidasi atau digagalkan oleh Syahbudin Hayoto, Ketua Komsi C DPRD Malteng. Padahal dalam hal ini dia tidak memiliki keterkaitan dengan permasalahan pemekaran Kecamatan Banda Besar,”ungkap Munawir dan Hendry.

Setelah itu ada rencana hearing kedua antara perwakilan masyarakat Banda dengan Pimpinan DPRD Malteng, tapi dibatalkan secara sepihak oleh DPRD tanpa alasan yang jelas.

Mereka mencurogai hal ini terjadi karena ada intimidasi atau tekanan  dari salah satu Anggota DPRD Malteng terhadap Ketua DPRD Malteng untuk tidak menerima perwakilan masyarakat Banda tersebut.

Untuk mendapat kejelasan atas permasalahan dimaksud, lanjut mereka, perwakilan masyarakat Banda lalu menemui Bupati Malteng pada 28 September 2021 sekira pukul 08.00 WIT di Kebun Buah Naga milik Bupati Malteng.

Hasil diplomasi di Kebun Buah Naga itu, kata mereka, Bupati menyambut baik. Munawir dan Hendry meniru keterangan Bupati Malteng.

“Dong su datang di beta sini su bagus sudah, untuk melanjutkan ke DPRD lai beta rasa seng perlu. Nanti datang di sana lai to, ya ada apa-apa mendingan beta tangani secara keseluruhan dulu. Kan ini beta pung gawe, beta pung tupoksi untuk mengajukan ini,”

“Nanti kalo ada masalah-masalah apa baru mangkali beta undang pak dong lai, baru duduk bersama-sama. Beta berharap sementara ini seng perlu ke DPRD dolo, cukup disini [Bupati Malteng]” beber Hendry dan Munawir mengutip argument Bupati Malteng saat menerima Perwakilan Masyarakat Banda di Kebun Buah Naga Bupati Malteng pada 28 September 2021 lalu.

Hendry mengungkapkan, pasca pertemuan itu hingga kini tidak ada keseriusan dari Bupati Malteng untuk menepati janjinya kepada masyarakat Banda Besar.

Dia kesal dengan usulan yang telah disampaikan kurang lebih lima bulan tetapi tidak dikawal dengan baik oleh Bupati Malteng Abua Tuasikal.

Menurutnya, jika Bupati sekedar mengusulkan saja tanpa dikawal untuk apa? seharusnya, kata dia, Bupati mempertanyakan dan menekan DPRD, karena ihwal ini dipandang telah menjadi harapan dan keinginan kolektif masyarakat Banda Besar.

“Jadi, baik Bupati maupun DPRD Malteng harus mendukung dan mempercepat prosesnya. Kami tidak menginginkan, Pemekaran Kecamatan Banda Besar ini hanya menjadi ‘komoditas politik’ semata bagi Bupati, dan oknum-oknum anggota DPRD Malteng bagi masyarakat Banda,” kecam Hendry.

Menurut dia, tidak perlu lagi membuat Pansus atas Ranperda Pemekaran Kecamatan Banda Besar yang diajukan oleh Pemkab Malteng.

Dia merujuk Permendagri Nomor 120 Tahun 2018 Tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 80 Tahun 2015 tentang pembentukan produk hukum daerah Pasal 33 Ayat 2 menyebutkan “Dalam Penyusunan rancangan Perda Provinsi yang berasal dari DPRD Provinsi, DPRD Provinsi dapat membentuk panitia khusus”.

Dalihnya, karena Ranperda Pemekaran Kecamatan Banda Besar merupakan inisiatif Pemda, maka DPRD tidak perlu lagi membuat Pansus. Karena itu, sama saja dengan memperlambat proses pemekaran.

Tuntutan

Mengenai hal ini Aliansi Pemuda Banda Bersatu untuk Perjuangan Pemekaran Kecacamatan Banda Besar atau Amanat Banda menyampaikan 4 poin tuntutan kepada Bupati Malteng dan DPRD Malteng.

Poin (1) Menuntut Pemkab Malteng untuk segera merealisasikan pemekaran  Kecamatan Banda Besar  sesuai dengan janji bupati.

Poin (2) Menolak dibentuk Pansus pemekaran Kecamatan Banda Besar di DPRD Kabupaten Malteng.

Poin (3) Mendesak DPRD kabupaten Malteng dan Pemkab Malteng segera melaksanakan paripurna khusus untuk pemekaran Kecamatan Banda Besar.
Poin (4) Hentikan politisasi dan intimidasi kepada masyarakat Banda terkait pemekaran Kecamatan Banda Besar.

Amanat Banda pun  menebar ancaman jika tuntutan ini tidak digubris dan direalisasi, maka mereka akan melakukan aksi besar-besaran hingga tuntutan dimaksud dipenuhi.

“Kami akan melakukan mosi tidak percaya kepada Bupati dan DPRD Malteng.  Untuk diketahui perjuangan Pemekaran Kecamatan Banda Besar ini mendapat dukungan dari seluruh komponen masyarakat Banda di seluruh Indonesia,”kata Munawir dan Hendry. (*)

 

Editor: Redaksi