BERITABETA.COM, Ambon – Pertumbuhan ekonomi di Provinsi Maluku pada triwulan III tahun 2020 tercatat negatif 2,38% (yoy), atau  lebih rendah dibandingkan dengan capaian triwulan II 2020 sebesar negatif 1,26% (yoy). Melambatnya pertumbuhan ekonomi Maluku ini merupakan imbas dari pandemi Covid-19 yang terjadi di Maluku.

Kontraksi ekonomi Maluku utamanya disebabkan oleh kontraksi konsumsi rumah tangga (RT) dan kontraksi PMTDB. Konsumsi RT pada triwulan III 2020, sebesar negatif 1,58% (yoy). Ini  membaik dibandingkan dengan kinerja triwulan II 2020 yang terkontraksi negatif 2,06% (yoy).

Hal ini disampaikan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Maluku, Noviarsano Manullang dalam rilis tertulis yang diterima beribate.com, Kamis (12/11/2020).

“Perkembangan ini tidak terlepas dari menurunnya aktivitas ekonomi di Provinsi Maluku sebagai dampak kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Transisi untuk mencegah penyebaran pandemi COVID-19,” jelasnya.

Menurutnya, kontraksi ekonomi Maluku pada triwulan III 2020 masih lebih baik dibandingkan dengan kontraksi ekonomi nasional yang sebesar negatif 3,49% (yoy).

Ia menjelaskan, dari sisi pengeluaran, kontraksi ekonomi Maluku utamanya disebabkan oleh kontraksi konsumsi rumah tangga (RT) dan kontraksi PMTDB. Konsumsi RT pada triwulan III 2020, sebesar negatif 1,58% (yoy). Ini  membaik dibandingkan dengan kinerja triwulan II 2020 yang terkontraksi negatif 2,06% (yoy).

“Kota Ambon masih menerapkan PSBB Transisi sepanjang triwulan III 2020. Kontraksi kinerja konsumsi RT juga tercermin dari kontraksi lapangan usaha perdagangan sejalan dengan masih terbatasnya daya beli masyarakat,” bebernya.

Berdasarkan hasil survey konsumen yang dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku, terjadi penurunan indeks Penghasilan Saat Ini dan indeks Ketersediaan Lapangan Pekerjaan pada triwulan III 2020 dibandingkan triwulan II 2020.

Selain itu, terbatasnya lapangan pekerjaan menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat yang berdampak pada turunnya daya beli dan konsumsi masyarakat. Selanjutnya, kinerja PMTDB juga tercatat kontraksi sebesar negatif 3,85% (yoy) pada triwulan III 2020.

Terbatasnya kinerja PMTDB (investasi) di Maluku juga tercermin dari terbatasnya realisasi belanja modal APBD Maluku. Berdasarkan informasi dari Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Maluku, belanja modal APBD Maluku hingga triwulan III 2020 terealisasi sebesar 27,17%.

Hal tersebut utamanya disebabkan oleh terbatasnya aktivitas akibat Covid-19. Namun, kinerja ekspor luar negeri Maluku masih mencatatkan kinerja positif, yaitu tumbuh sebesar 32,38% (yoy).

“Tumbuhnya kinerja ekspor luar negeri Maluku pada triwulan III 2020 ditopang oleh tingginya ekspor hasil laut Maluku, yaitu komoditas udang dan ikan olahan. Ekspor udang dari Maluku terpantau terus mengalami pertumbuhan seiring dengan meningkatnya permintaan dari Tiongkok,” terang Manullang.

Sedangkan dari sisi Lapangan Usaha (LU), kontraksi ekonomi Maluku utamanya disebabkan oleh kontraksi pada LU transportasi dan pergudangan; LU penyediaan akomodasi, makanan, dan minuman; serta LU perdagangan.

LU transportasi dan pergudangan tercatat mengalami kontraksi sebesar negatif 18,68% (yoy), sejalan dengan masih rendahnya permintaan masyarakat terhadap jasa transportasi akibat pemberlakukan pembatasan sosial di Maluku dan Jakarta sebagai salah satu kota tujuan penerbangan dari Maluku.

Selanjutnya, pembatasan sosial juga menyebabkan turunnya jumlah wisatawan asing dan wisatawan domestik ke Maluku, dan menyebabkan LU penyediaan akomodasi, makanan, dan minuman mengalami kontraksi sebesar negatif 13,19% (yoy).

“Ini terjadi karena beberapa pelaku usaha akomodasi perhotelan dan rumah makan memutuskan untuk menghentikan aktivitas bisnisnya akibat rendahnya permintaan. Ini juga memicu LU perdagangan turut mengalami kontraksi sebesar negatif 7,26% (yoy) akibat menurunnya permintaan masyarakat pada triwulan III 2020,’’paparnya.

Untuk itu, tambah Manulang, dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih baik lagi pada triwulan IV 2020, upaya merealisasi belanja pemerintah dan bantuan sosial harus dilakukan dengan optimalkan (BB-ES)