Fahri Bachmid : Dalam Keadaan Tertentu Gubernur dapat Mengusulkan Penggantian Sekda

Lebih lanjut kata dia, yang menjadi pertanyaan yang paling substansial dan elementer adalah dapatkah Gubernur Maluku yang dalam kapasitasnya sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), maupun sebagai Wakil Pemerintah Pusat berwenang sewaktu-waktu dapat melakukan penggantian Sekretaris Daerah, untuk menjawab pertanyaan hipotesa tersebut ?.
"Kita dapat merujuk pada beberapa peraturan perundang-undangan yang secara normatif mengatur terkait hal tersebut, yaitu yang Pertama : Undang-Undang RI Nomor 5 tentang 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,” ungkapnya.
Hal ini, lanjutnya, sepanjang menyangkut ketentuan norma pasal 114 mengenai pengisian jabatan pimpinan tinggi di Instansi Pemerintah Daerah yang mengatur, pengisian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi dilakukan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian dengan terlebih dahulu membentuk panitia seleksi.
Advokat senior ini juga menambahkan, dari hasil seleksi itu kemudian panitia seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 memilih, 3 nama calon pejabat pimpinan tinggi madya untuk setiap 1 lowongan jabatan.
Selanjuitnya, tiga calon nama pejabat pimpinan tinggi madya yang terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat 2 disampaikan kepada pejabat pembina Kepegawaian; serta pejabat pembina Kepegawaian mengusulkan tiga nama calon pejabat pimpinan tinggi madya sebagaimana dimaksud pada ayat 3 kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
Kemudian, tambahnya, Presiden memilih 1 nama dari 3 nama calon yang disampaikan untuk ditetapkan sebagai pejabat pimpinan tinggi madya. Ketentuan pasal 116 ayat 2 tentang Penggantian Pejabat Pimpinan Tinggi, secara khusus mengatur bahwa penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum dua tahun dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden.
Dengan demikian, kata Fahri, dapat dikonstatir secara yuridis bahwa Gubernur sebagai PPK pada hakikatnya diberikan atribusi kewenangan oleh Undang-Undang untuk melakukan pengisian maupun pergantian jabatan pimpinan tinggi madya di tingkat provinsi, setelah mendapat persetujuan Presiden.
“Jadi proses tersebut secara materill ada pada Gubernur sebagai PPK tentunya dengan alasan-alasan khusus yang secara hukum dapat dibenarkan, dan secara formil ada pada presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi dalam kebijakan, pembinaan profesi, dan manajemen ASN, desain hukum dalam Undang-Undang ASN, "tuturnya.