BERITABETA.COM, Namrole – Puluhan masa aksi yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Hukum Universitas Iqra Buru, menggelar aksi unjuk rasa menuntut Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), menyikapi pelanggaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang diduga melibatkan Bupati Tagop Sudarsono Soulisa, Camat Kepala Madan Masri Mamulati dan Paslon Bupati-Wakil Bupati Nomor Urut 3, Safitri Malik Soulisa-Gerson Eliaser Selsily (SMS-GES).

Pendemo yang dikoordinir Ketua Umum HMI Komisariat Hukum Universitas Iqra Buru, Muhammad Tan Karate ini berlangsung di perempatan Kantor Bawaslu Kabupaten Buru Selatan, Sabtu (17/10/2020).

Masa aksi datang menggunakan mobil pick-up dilengkapi pengeras suara serta atribut lain seperti bendera merah putih, benderah HMI dan lainnya.

Andi Solissa, salah satu orator menilai, Bawaslu Kabupaten Buru Selatan tidak lagi independen dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagai wasit dalam Pilkada di wilayah setempat.

“Bawaslu Kabupaten Buru Selatan tidak lagi independen,” teriak Solissa dalam orasinya.

Menurutnya, Bawaslu harusnya menindak tegas berbagai pihak yang diduga telah mencederai amanat undang-undang dan bukan sebaliknya ikut melindungi mereka.

“Hari ini saya mau sampaikan ke Bawaslu Kabupaten Buru Selatan, kalian telah menciderai konstitusi. Ini lembaga independen, bukan lembaga politik yang kemudian mengawal setiap kepentingan oknum-oknum tertentu,” teriaknya lagi.

Ia mendesak Bawaslu segera memproses pihak-pihak yang telah melakukan pelanggaran. Sementara Muhammad Tan Karate dalam orasinya mengatakan, Camat Kepala Madan sudah secara jelas melakukan pelanggaran Pilkada, sehingga tidak ada alasan bagi Bawaslu untuk melindunginya.

“Kami tahu dan telah beredar di media sosial, salah satu oknum yaitu Camat Kepala Madan menggunakan kekuasaannya untuk membawa kepentingan salah satu paslon. Buktinya sudah jelas kok. Untuk sebagai lembaga independen, Bawaslu harus tegakan rasa keadilan dan kejujuran,” ujarnya.

Dia ikut mengutuk Bawaslu Kabupaten Buru Selatan, yang terkesan diam dalam menyikapi berbagai pelanggaran Pilkada.

“Sebagai mahasiswa dan agen of change kami mengutuk dengan keras Bawaslu Kabupaten Buru Selatan,” tegasnya.

Menurutnya, semua pihak harusnya tidak takut dengan kekuasaan. Karena kekuasaan itu, kata dia, berasal dari rakyat.

Dia mengatakan, jika Bawaslu tidak serius dalam mengawasi tahapan Pilkada di Buru Selatan, maka bukan saja Bupati dan Camat serta Kepala Desa, tetapi dampak sistemis lainnya juga akan melibatkan berbagai elemen masyarakat.

“Bukan saja Bupati, tapi juga perangkat-perangkat desa yang terlibat, sebab dari hasil investigasi, ada posko-posko pemenangan calon di kediaman perangkat-perangkat desa. Kalau seperti itu, lantas di mana peran Bawaslu sebagai wasit dalam proses ini,” ujarnya.

Pendemo mendesak Bawaslu segera memanggil dan memeriksa Bupati Tagop Soulisa, Camat Kepala Madan dan Paslon yang diduga melakukan pelanggaran Pilkada di daerah tersebut.

“Kami minta Bawaslu Buru Selatan segera memanggil pihak-pihak terkait,” tegas pendemo lain.

Menurut pendemo, proses hukum tidak boleh pandang buluh. Artinya, siapa saja yang melanggar konstitusi harus ditindak seadil-adilnya.

“Kami minta Bawaslu segera menindaklanjuti pelanggaran yang dilakukan pihak-pihak itu. Bahkan kami meduga Kepala-kepala Desa di Kabupaten Buru Selatan, juga terlibat,” ungkap pendemo.

Menurut mereka, setiap kampanye, paslon SMS-GES, termasuk bupati menggunakan berbagai fasilitas negara, seperti kendaraan plat merah maupun speedboat.

Ketua HMI Cabang Namlea, Muhammad Ridwan Litiloly dalam orasinya menilai, Bawaslu Kabupaten Buru Selatan tak lagi bertaring dalam menjalankan fungsinya.

“Taring Bawaslu telah patah. Bapak-bapak tahu bahwa selaku ASN, Camat Kepala Madan dilaramg terlibat politik praktis. UU melarang ASN terlibat politik praktis, tapi yang bersangkutan samaskali tidak ditindak,” katanya.