Idul Fitri Bukan Sekedar Kemenangan

Meskipun jika ditelusuri secara cermat, tidak semua orang yang duduk dan berdiri berjajar itu adalah umat Islam atau berasal dari kategori kaum dhu’afa, namun sebagian besar dapat diduga umat Islam. Zakat fitrah dengan turunannya infak dan sedekah mesti hadir dalam memberikan respons.
Masalah lain yang masih menjadi kanker bagi masa depan generasi Islam adalah kemiskinan yang menyulut rendahnya tingkat pendidikan. Islam di masa yang akan datang tentu berada dipundak generasi mendatang pula. Bagaimana peradaban Islam dapat terbangun secara asri jika sumber daya umat Islam demikian lemah? Sebab itulah, umat Islam yang mampu dapat menjadi orang tua asuh untuk turut serta membantu biaya pendidikan kaum dhu’afa tersebut.
Banyak anak cerdas yang terusir dari sekolah karena tidak mampu menebus biaya pendidikan. Padahal mungkin saja generasi emas Islam mendatang diciptakan oleh mereka. Sementara di sisi lain, ratusan ribu umat Islam terus membangun masjid, terus menunaikan haji dan umroh, terus membangun rumah-rumah mewah, makan berlebihan, wisata ke berbagai negara, sementara di sekeliling mereka terdapat anak-anak cerdas yang tengah kelimpungan memikirkan masa depan pendidikannya. Karena itu diharapkan, Idul Fitri dengan berbagai hal yang dikandungnya menjadi tumpuan perubahan masa depan itu.
Terdapat terminologi Idul Fitri yang sering dimaknai sebagai ‘Kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci‘ sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Secara metafor, kelahiran kembali ini berarti seorang muslim selama sebulan melewati Ramadhan dengan puasa, qiyam, dan segala ragam ibadahnya harus mampu kembali berislam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan.
Dengan pembacaan demikian, maka Idul Fitri tidak akan berwajah dingin dan acuh tak acuh dengan lingkungan sosial yang dilaluinya. Lewat penafsiran mendalam dan luas tentang Idul Fitri, maka diharapkan ada sejenis transformasi sosial yang terjadi. Transformasi itu bukan hanya menyangkut hubungan personal kepada Allah, lebih daripada itu adalah hubungan umat Islam kepada saudara-saudaranya yang lain.
Inilah sesungguhnya Idul Fitri yang bermakna, yaitu hari bahagia yang bersifat humanis dan penuh dengan energi kebaikan. Idul Fitri bukan hanya sekedar kemenangan tapi juga metamorfosa sikap yang lebih pada hal-hal sosial dan humanis (***)