Sebelumnya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Maluku Papua, telah menetapkan Direktur CV. SBM, Imanuel Quedaresman, sebagai tersangka illegal logging pada Rabu 18 Maret 2020 lalu.

Seterusnya PPNS Gakkum menitipkan (tersangka) untuk ditahan pada rumah tahanan Polda Maluku di Kota Ambon. Tapi beberapa waktu kemudian, tersangka ditangguhkan, seterusnya dijadikan tahanan kota.

Bos CV. SBM itu dijerat dengan Pasal 12 Huruf k Jo. Pasal 87 Ayat 1 Huruf 1 dan/atau Pasal 19 Huruf a Jo. Pasal 94 Ayat 1 Huruf a, Undang-Undang No 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda maksimum Rp 100 miliar.  

Asal tahu saja, dalam proses penyelidikan hingga penyidikan sejumlah barang bukti telah dikantongi pihak PPNS Gakkum LHK. Barbuk itu diantaranya, 2 unit bulldozer merek Caterpillar, 1 unit alat berat loader merek Komatsu, serta 25 batang kayu bulat gelondongan dengan berbagai jenis dan ukuran.

Gelondongan kayu itu ditengarai merupakan hasil pembalakan liar pihak CV. SBM di hutan milik masyarakat adat Negeri Sabuai, Kecamatan Siwalalat, Kabupaten SBT, setelah perusahaan ini mendapat ijin dari Pemkab SBT untuk membuka perkebunan Tanaman Pala.

Beberapa waktu lalu, Yosep Nong, Kepala Seksi Wilayah II Ambon, Balai Gakkum Maluku Papua kepada wartawan mengaku CV. SBM mendapat Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) sejak tahun 2018. IPK itu diterbitkan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku atas nama Gubernur Maluku (saat itu Said Assagaff).

Sialnya, di lapangan pihak perusahaan justru tidak melakukan penanaman anakan Pala. Mereka sebaliknya lakukan penebangan secara liar. Perusahaan ini bahkan memanfaatkan kayu di luar area IPK, serta masuk ke hutan produksi terbatas (HPT), dan hutan produksi yang dapat dikonversi.