Lahan Transmigrasi Dijual Warga, Kejaksaan Tak Gubris Laporan Diknakertrans Kabupaten SBT

BERITABETA.COM, Ambon – Laporan kasus penjualan lahan transmigrasi seluas kurang lebih 200 hektar di Kecamatan Bula Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur [SBT] hingga kini belum diproses oleh Kejaksaan Negeri [Kejari] SBT.
Padahal, kasus penjualan lahan yang dilakukan salah satu warga Desa Banggoi, Tofilus Henlau itu sudah dilaporkan sejak awal September 2021 lalu.
Kuasa hukum Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi [Diknakertrans] Kabupaten SBT Yustin Tuny,SH kepada beritabeta.com di Ambon, Rabu (8/12/2021) menjelaskan, kasus ini mencuat setelah adanya laporan dari masayarakat kepada klien mereka [Diknakertrans Kabupaten SBT]
Laporan warga itu menyebutkan bahwa lahan atau tanah-tanah transmigrasi yang belum ditempati oleh pemiliknya, telah dijual oleh Tofilus kepada salah seorang pengusaha yang rencananya akan dijadikan sebagai lahan usaha.
Menyikapi laporan warga ini, Plt. Kepala Diknakertrans Kabupaten SBT Muhammad Syarief Rumasoreng kemudian menunjuk kuasa hukum Kantor Advokat Yustin Tuny dan Rekan pada 15 September 2021 untuk selanjutnya memproses hukum atau mengadukan kasus ini ke Kejari SBT.
Menurut Yustin, laporan kasus ini telah disampaikan dengan dugaan Tindak Pidana Korupsi, karena kasusnya terkait penjualan tanah transmigrasi.
“Dari keterangan yang disampaikan klien kami [Plt Kadisnakertrans] bahwa tanah transmigrasi yang terletak di Kecamatan Bula Barat, tanah-tanah itu belum ditempati oleh warga transmigran,” tandasnya.
Untuk itu, selaku pihak yang diberikan kuasa, telah membuat laporan/pengaduan secara resmi ke Kejari SBT dengan Nomor: 46/KA.YT/LP/IX/2021, dengan perihal Pengaduan Dugaan Tindak Pidana Korupsi pada tanggal 24 September 2021 yang ditandatangani oleh Yustin Tuny,SH dan Zarwan Zein Vanath,SH.
Yustin menguraikan, tanah-tanah transmigrasi itu, awalnya merupakan tanah milik Negeri Hote, Kecamatan Bula Barat yang telah dilepaskan untuk kepentingan program transmigrasi, total luasnya mencapai 9000 hektar.
“Lokasi lahan transmigrasi tersebut ada yang telah ditampati oleh transimigran dan ada juga yang belum ditempati dan masih dalam bentuk hutan,” pungkasnya.
Meski kondisinya masih berbentuk hutan, namun kata Yustin tanah -tanah tersebut bukan lagi menjadi milik masyarakat Hote.
“Kawasan itu sudah sah menjadi milik negara sebagai mana Surat Keputusan Gubernur Maluku dan surat pelepasan hak Pemerintah Negeri Hota dan tokoh adat untuk kepentingan transmigrasi,” jelasnya.
Ditambahkan, Pemerintah Negeri Hote dan tokoh adat telah melepaskan lahan seluas 9000 hektar untuk kepentingan negara dalam hal menjalankan program transmigrasi.
“Jika saat ini lahan-lahan itu dijual oleh Tofiluas Henlau maka negara dirugikan, karena yang bersangkutan mendapat keuntungan dari hasil penjualan tersebut,” bebernya.
Oleh karena itu, patut dan beralasan hukum untuk pihaknya membuat laporan pengaduan dugaan tindak pidana korupsi ke Kejaksaan.
“Kami berharap kinerja Kepala Kejaksaan Negeri SBT maupun Kasi Pidsus-nya dapat dievaluasi oleh Kejaksaan Tinggi Maluku. Sebab, laporan pengaduan sebagaimana kami sebutkan di atas telah diabikan oleh Kejari SBT,” tegasnya.
Yustin juga berharap, laporan pengaduan yang disampaikan itu dapat direspon dan diproses sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
“Ini persoalan negara yang dirugikan. Karena mengalihkan status kepemilikan lahan atau tanah milik negara untuk kepentingan pribadi sama halnya dengan merugikan negara,” tutup Yustin mengingatkan (BB)
Editor : Redaksi