BERITABETA.COM, Ambon – Maslaah lahan kembali terjadi di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Provinsi Maluku. Problem berikut muncul di lahan Transmigrasi Kecamatan Bula Barat, SBT. Tanah ini diduga telah dijual oleh Topilus Henlau ke salah satu pengusaha.

Hal ini disampaikan Yustin Tuny, pihak yang diberikan kuasa khusus oleh Kepala Dinas Transmigrasi Kebuapaten Seram Bagian Timur kepada wartawan Jumat, (07/01/2022).

Yustin menjelaskan, Dinas Transmigrasi menguasai kawasan tersebut berdasarkan pada Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tinggkat I Maluku Nomor: 475.1-512 Repelita VI di Provinsi Daerah Tingkat I Maluku tertanggal 27 Juni 1996.

Lalu Surat Pernyataan dari Kades Hote Bula 2007 mengetahui Pemuka Masyarakat, Kepala Bappeda SBT, Camat Bula. Adapula Berita Acara Pengukuran Lokasi Desa Hote tertanggal 14 September 2007, dan Surat Pernyataan Penyerahan Tanah untuk Transmigrasi Nomor:112/P-/DH/VII/Tanggal 10 November 2004.

Menurut dia, tanah yang diberikan untuk kepentingan Transmigrasi seluas 9000 hektar. Tapi diduga kawasan Transmigrasi yang dijual kurang lebih 2000 hektar, termasuk tanah Negeri Hote, Kecamatan Bula Barat, SBT.

“Karena tanah ini telah dihibahkan untuk kawasan Transmigrasi. Dengan begitu [tanah] tersebut sudah menjadi tanah negara,” jelasnya.

Olehnya itu Yustin meminta BPN Kabupaten SBT agar jangan mengukur maupun meneribitkan sertifikat pada tanah yang dijual oleh Tofilus Henlau itu.

“Laporan atau pengaduan atas penjualan kawasan Transmigrasi ini telah disampikan ke Kejaksaan Negeri SBTdi di Bula. Jika pengukuran dan pernerbiatan sertifikat tetap dilakukan oleh BPN SBT, maka konsekuensi hukumnya akan ada juga,” tegasnya.

Berdasarkan surat kuasa khusus yang diberikan oleh Kepala Dinas Transmigrasi Kebuapaten SBT, sehingga Yustin Tuny mengaku telah melaporkan kasus penjualan tanah Tranmigrasi ini ke Kejari SBT.

Menyinggung jika satu saat nanti Kepala Dinas Transmigrasi mencabut kuasa, langkah apa yang akan dilakukan, kata Yustin datar saja. “Pemutusan atau pencabutan kuasa itu merupakan hak dari pemberi kuasa,”timpalnya.

Namun para pihak pemerhati lingkungan dan masyarakat hukum adat di SBT, telah mengntongi data terkait penjualan kawasan Transmigrasi tersebut.

Mereka pun siap memberikan kuasa kepada Yustin Tuny untuk mengambil langkah hukum terkait penjualan tanah Transmigrasi ini. sehingga prosesnya bukan lagi di SBT, tapi dapat berlangsung di Ambon.

Dia berharap BPN Kabupaten SBT tidak mengukur dan meneribtikan sertifikat. Yustin lalu mendesak Kejari SBT segera memproses lanjut laporannya.

“Karena banyak pengalaman membuktikan penjualan kawasan Transmigrasi sudah masuk praktik tindak pidana korupsi, bukan pidana umum atau ranah hukum perdata,” kata Yustin. (BB)

 

Editor: Redaksi