Contoh sederhana, propaganda media barat tentang wajah Islam yang buruk, Islam yang dekat dengan teroris dll. Di dalam negeri, ada media yang bahkan terang-terangan berpihak pada pemerintah dan ada yang kontra pemerintah. Itulah wajah paradoks media saat ini.

Untuk itu, SBT sangat membutuhkan media yang independen, yang berpihak pada kebenaran, yang mengabarkan fakta bukan hoax, yang cover both sides, dan menjadi watch dog bagi pemerintah. Ini yang kita harapkan bersama.

Keempat, kesemua media di atas secara jelas melakukan kesalahan berjamaah dengan memasukkan kutipan langsung yang salah dalam pemberitaan. Dan ini, dapat berimbas hukum bagi media tersebut, baik disomasi oleh narasumber maupun dilaporkan kepada Dewan Pers.

Lantas, apakah Wabup sebagai narasumber yang dirugikan dalam pemberitaan ini akan mengambil langkah hukum somasi atau mengadu ke Dewan Pers? Beta rasa, TIDAK. Didemo oleh PWI SBT kemarin saja, beliau tidak larang, apalagi mensomasi? Beta yakin, beliau masih menjunjung kebebasan pers itu sendiri.

Tapi, Wabup SBT juga memberi literasi media kepada publik dan mungkin untuk insan pers itu sendiri bahwa dalam membangun SBT ini, kita semua harus kompak. Pemberitaan pun harus yang sesuai fakta dan menyadarkan pemerintah juga masyakarat, bukan berita yang mengaburkan situasi atau memperparah persepsi publik.

Dalam kutipan sambutannya, Wabup menegaskan:

"Saya berharap kita di sini semua akan memberikan informasi yang baik. Jangan kita membuat isu-isu itu menjadi informasi-informasi liar yang menyebabkan seakan-akan kita ini tidak memperdulikan keadaan, baik itu di Kecamatan Siwalalat maupun pada kecamatan-kecamatan yang lain. Sebenarnya dampak ini juga terjadi di Bula, terjadi juga di Kecamatan Seram Timur, terjadi juga di Teor, di Kesuai, dan di Gorom,"

Wabup juga mengatakan: "Pada kesempatan ini, saya sampaikan bahwa ada sedikit bantuan dari pemerintah daerah kepada keempat desa yang datanya telah masuk melalui Pak Camat. Dan itu nanti diserahkan oleh pemerintah daerah secara simbolis dan akan diterima langsung oleh masing-masing kepada desa dari keempat desa tersebut,"

Di sini, kita perlu mengapresiasi Pak Camat Siwalalat yang menurut pernyataan Pak Wabup, informasi terkait sudah langsung masuk ke pemerintah SBT sehari setelah kejadian banjir itu.

"Sesungguhnya, keadaan yang dialami oleh 4 desa baru-baru (Desa Sabuai, Desa Abuleta, Desa Naiwel dan Negeri Atiahu), begitu bencana terjadi, Pak Camat, sehari sesudah bencana itu Pak Camat telah mengirimkan keadaan, kondisi yang terjadi pada desa-desa tersebut. Dan Alhamdulillah syukur, berdasarkan laporan Pak Camat tersebut, bahwa tidak ada korban jiwa maupun korban harta benda. Itu yang Pak Camat sampaikan kepada Pak Sekda maupun kepada saya..."

Sampai di sini, duduk persoalan bisa kita ketengahkan kesimpulannya bahwa kegaduhan belakangan ini yang menyeret nama Wabup SBT, Idris Rumalutur, sesungguhnya adalah "kekhilafan" pemberitaan semata yang kemudian direspons para insan pers dengan sedikit kekecewaan dan demonstrasi. Sungguh ini sesuatu yang wajar saja dan demonstrasipun adalah hak demokrasi para insan pers.

Tapi kalau mau bermain lebih cantik lagi, maka demonstrasi terbesar wartawan bukanlah mengangkat toa dan miktofon, melainkan mengangkat pena jurnalistik itu dan memproduksi berita yang menggugah kesadaran publik dan pemerintah agar bersama membangun SBT tercinta secara serius.

Kritik dan Masukan Bagi Pemkab SBT

Setelah menjelaskan duduk perkara di atas, sebagai penulis dalam tulisan ini, saya juga ingin menyoroti dua poin penting yakni komunikasi publik Pemda SBT dan relasi media.

Pertama, untuk menghindari kesalahan kutipan atau eror lainnya dalam produksi berita, maka sebaiknya Pemda SBT sudah harus memulai tradisi baru dengan  membuat press release yang menjadi acuan pers untuk menulis berita.

Paling tidak, ada guide line yang bisa jadi pegangan agar awak media bisa lebih akurat membaca apa yang hendak pemerintah utrakan.

Untuk mewujudkan ini, Pemkab SBT perlu mempekerjakan orang yang tepat, yang bisa menulis dan bisa bekerja dalam urusan komunikasi publik.

Kedua, pemerintah harus berani memfasilitasi kendaraan bagi para wartawan yang bertugas di kantor Pemkab SBT agar kemana pun pemerintah melakukan kunjungan kerja, bisa diikuti oleh waratwan. Minimal ada kendaraan operasional bersama berupa mobil.

Tentu ini menguntungkan kedua pihak, dimana pemerintah mendapat ekspose yang cukup dari media, sedangkan media pun dapat berhemat anggaran ongkos liputan wartawan.