Meski lahir di Jawa, Chris Soumokil sangat mencintai adat istiadat, mengajarkan relasi pela, gandong di Maluku. Dia berpandangan, Bangsa Maluku harus berdiri sederajad dengan bangsa lain di dunia, dan tidak dijajah bangsa lain. Selain itu, Bangsa Maluku harus sejahtera dengan kekayaan alam yang ada di Tanah Maluku.

Pada 1937, Chris Soumokil diangkat menjadi jaksa di Surabaya. Profesi jaksa dijalani sampai Jepang menjajah Indonesia. Soumokil tidak mau bekerja sama dengan Jepang, sehingga ditangkap Jepang. Chris Soumokil merupakan salah satu tawanan perang Jepang yang dikirim ke Birma-Siam.

Jalur kereta api Siam (Thailand)-Burma (Myanmar) ini dikenal sebagai “Jalan Kematian”, dengan panjang lebih 400 kilometer. Jalur kereta ini dibangun Kekaisaran Jepang tahun 1943 untuk mendukung pasukannya dalam  perang. Selain di jalur kerata, romusha dan tawanan perang juga dipekerjakan di perkebunan.

Pada 30 Maret 1946, Kantor Berita Aneta yang dikutip Nieuwe Courant, melaporkan, selama tahun 1942 hingga 1943, ada 17.391 tawanan perang Belanda dipindahkan dari Burma ke Siam untuk bekerja di kereta api Bangkok-Moelwein. Dari jumlah tawanan perang itu, 3.096 di antaranya meninggal dunia. Namun, tidak diketahui lebih lanjut korban yang meninggal dalam periode 1944-1945. Karena tawanan dipindahkan oleh Jepang ke Singapura, Malaka, Indocina dan Jepang.

Namun, pada pekan pertama, Agustus 1946, Het Dagblad menginformasikan, kalau 1.600 penumpang dari Bangkok tiba di Surabaya dengan Kapal “Nieuw-Holland”. Sebagian besar merupakan mantan tawanan perang bersama keluarga. Di antara 300 perempuan dalam rombongan itu, juga terdapat orang Siam yang telah menikah dengan bekas tawanan perang.

Kemudian Januari 1947, Nieuwe Courant melaporkan lagi, kalau Kolonel Jepang Soegoesawa Ijoe, yang merupakan Komandan Administrasi Kereta Api Siam-Burma dari Agustus 1944 sampai penyerahan Jepang, telah dijatuhi hukuman dua belas tahun penjara. Dia menjabat komandan dari Agustus 1944-penyerahan Jepang. Kolonel Ijoe dituduh telah mengekspos tawanan perang yang menewaskan banyak orang, dan memperlakukan tawanan perang secara kejam.

Pada 1945, Jepang menyerah dan Sekutu membebaskan tawanan di Burma dan Siam. Setelah kembali ke Hindia Belanda, Chris Soumokil bekerja dengan Sekutu di Pulau Morotai sebagai Jaksa untuk mengadili pelaku kejahatan tentara Jepang dalam Perang Pasifik.