BERITABETA.COM, Ambon – Proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, serta promosi aparatur sipil negara (ASN) masih rawan disusupi praktik korupsi. Masalah ini sudah dideteksi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK. Tak pelak, praktik jual beli jabtan itu melibatkan kepala daerah.

Menyikapi hal itu, Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu atau FISIP Universitas Pattimura (Unpatti) Amir Kotarumalos berpendapat, praktik jual beli jabatan di lingkup birokrasi itu sipatnya ‘terjun bebas’.

“Bisa saja ada rekayasa. Misalnya di tingkat desa itu kepala daerah mengarahkan masyarakat untuk memilih calon tertentu. Karena ada sasaran atau target kepentingan politik kedepan,” ujar Amir Kotarumalos saat dimintai komentarnya oleh beritabeta.com Kamis (09/09/2021), soal problem jual jabatan lingkup pemerintahan hingga level desa yang kini disoroti KPK.

Amir menjelaskan, kepala daerah dipilih oleh masyarakat. Sehingga kewenangan anggaran untuk desa berada di bawah kendali bupati atau walikota.

Disini, menurut dia, perangkat pemerintah desa jika mau mencalonkan diri menjadi kepala desa, manut atau nurut terhadap arahan bupati atau walikota.

Lalu, kata dia, bupati atau walikota mengendalikan mereka dalam ‘hegemoni kekuatan’ kepala desa melalui camat.

“Kadang ini dilakukan massif. Semacam berjaga-jaga menuju momentum politik baik Pemilu maupun Pilkada,” ungkapnya.

Praktik demikian, lanjut dia, tidak mencorakan ciri dan tradisi demokrasi yang dianut di negara Indonesia saat ini. (Tradisi demokrasi) Indoneisa, lanjut dia, sudah melalui reformasi birokrasi yang luar biasa.

Dimana proses seleksi jabatan level pemerintahan di daerah hingga tingkat desa dilakukan secara professional.