Akademisi: Jual Beli Jabatan itu Karena ada Kepentingan Politik
Ia menjelaskan, dalam seleksi lelang jabatan biasanya gubernur, bupati atau walikota membentuk panitia seleksi untuk melakukan seleksi. Di mana proses lelang jabatan itu dilakukan dengan syarat dan prosedur pelaksanaan yang sudah sangat terperinci dan ketat.
Bahkan, kata Amir, pansel bekerja di tingkat daerah itu ada tim assessment yang ditunjuk oleh Kementerian PAN-Reformasi Birokrasi untuk melakukan pelacakan terhadap minat, bakat dan pengetahuan calon. ini dilakukan secara professional.
“Praktik jual beli jabatan itu telah diminimalisir melalui langkah-langkah seleksi dalam pelelangan jabatan yang dilakukan secara terperinci dan sangat ketat,” kata Amir.
Menurut Amir, tinggal warga masyarakat menuntut agar proses-prosesnya dilakukan secara transparan. Namun biasanya ini di control oleh Inspektorat baik dari KemenPAN-RB maupun Kemendagri.
Ia menggaris bawahi, ketentuan seseorang menduduki jabatan di lingkup birokrasi (seleksi lelang jabatan) itu sudah diatur melalui Peraturan Pemerintah RI Nomor 11 tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil.
Merujuk ketentuan tersebut, menurut dia, tingkat kerawanan (potensi jual beli jabatan) itu justru mudah terjadi di lingkup pemerintahan desa.
Dalilnya, karena pemerintahan desa merupakan salah satu lembaga otonom desa yang jauh di bawah control pihak-pihak berkompeten.
“Kecuali dalam kaitannya dengan praktik uang (alokasi anggaran). Tapi manuver politik ada ruang bebas di tingkat bawah,”beber Amir.
Ia menyarankan, untuk mencegah agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan hingga praktik suap menyuap atau sogok menyogok dan korupsi dalam proses lelang jabatan, rotasi, mutasi, dan promosi ASN hingga di tingkat desa, disini masyarakat harus proaktif untuk melihat kondisi di daerah masing-masing.
“Yang pada akhirnya dana desa atau alokasi dana desa (DD-ADD) didayagunakan. Sebab masyarakat desa yang merasakan dampaknya,”timpal dia.
Amir mengingatkan lagi, perlu adanya control preventif dan represif dari masing-masing Inspektorat Daerah baik Provinsi, Kabupaten maupun Kota.
“Harus ada link kerjasama pemda dengan pemerintah di bawahnya dengan masyarakat untuk membuka semacam aduan online lapor pak,” saran dia.
Harapannya, kedepan agar praktik jual beli jabatan tidak berlangsung massif, perlu mendidik masyarakat untuk berbudaya jujur, adil.
Pula perlu ada koordinasi, integrasi dan sinkronisasi informasi melalui jaringan koordinasi antara masyarakat (civil society) dengan aparatur penyelenggara negara di seluruh bidang dan tingkatan.
“Masyarakat harus jeli dalam mengamati menilai dan mengkritisi dinamika kebiasaan kepemimpinan elit local di tingkat desa sehingga ada informasi, bisa dikritisi bahkan dilaporkan ke pihak berwajib,” anjur Amir. (BB-RED)