Menjemput Senja di Negeri Para Pengrajin Kuliner, ‘Noraito Amapatti’
Cara membuat bagea dan kue sarut cukup mudah. Kue bagea terbuat dari campuran sagu, air, dan garam. Sagu harus dijemur dulu untuk mengurangi kadar asamnya. Setelah itu seluruh bahan dicampur dan dibentuk lonjong, kemudian dipanggang di dalam oven.
Setelah matang, tinggal menikmati camilan bercita rasa asin gurih ini. Sementara kue sarut merupakan campuran dari tepung sagu, gula merah, dan kenari. Cara pengolahannya mirip dengan bagea.
Dari tangan-tangan terampil mereka, di masa pandemi Covid-19, usaha mereka tetap berjalan. Obe dan puluhan pengrajin tetap berkiprah dengan menyiasati proses produksi karena harga bahan baku merangkak naik.
Sagu tumang yang biasanya seharga Rp 70 ribu, kini menjadi Rp 100 ribu. Sementara Obe juga harus memikirkan pengemasan yang menarik supaya kue-kuenya dilirik pembeli.
Jika dulu mereka menggunakan plastik bening yang direkatkan dengan api, sekarang pengemasan semacam itu dianggap kurang pantas.
Para pengrajin sudah lebih inovatif dengan menggunakan plastik berklip dan menambahkan stiker merek. Bagea buatan Obe dijual di dua pasar swalayan di Ambon, yakni Swalayan Planet 2000 dan Galaxy.
“Harga bagea kenari Rp 15 ribu, bagea bawang Rp 17 ribu, dan kue sarut Rp 10 ribu per bungkus,” pungkasnya.
Geliat usaha produk turunan pati sagu di Ihamahu kini sudah memiliki pasar yang tetap. Selain pengetahuan tentang cara meningkatkan kualitas produk sudah di miliki, soal variasi rasa sudah menjadi keahlian Obe dan sejumlah rekannya.
Kini ragam kue dari bahan dasar pati sagu itu bahkan sudah menembus pasar digital. Banyak pelapak yang sudah memajang olahan para pembuat kue sagu asal Iha Mahu itu.
“Semua yang menjadi syarat kelayakan pemasaran sebuah produk home idustri sudah di miliki, mulai dari izin usaha, izin edar dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk aneka kue tradisional ini,” tutup Nyora Tail Rubekha Ruth.
Saat ini, Negeri Noraito Amapatti seakan menjadi magnet tersendiri bagi setiap pengunjung yang datang ke Kecamatan Saparua Timur, bahkan kerap ada pameo yang menyebut “Bila belum makan bagea dan sarut dari Iha Mahu, Anda belum sempurna berada di Kecamatan Saparua Timur (*)
Pewarta : Edha Sanaky