Chemistry-nya bersama ukulele  baru ditemukan, ketika ide untuk alat music ini dimainkan anak-anak di tepi pantai, ada tiupan angin semilir dalam alunan lagu Ambon.

Sekembalinya di Ambon, Nicho lalu bergegas membentuk ‘Amboina Ukulele Kids Community’.  Sebuah komunitas yang menghimpun anak-anak yang mau bermain alat musik ukulele. ‘Amboina Ukulele Kids Community’ sukses dibentuk  dengan menghimpun anak-anak Ambon dari dua  komunitas,  Kristen dan juga Muslim.

Alat musik yang berbunyi unik dan berukuran mini ini, memiliki kelebihan tersendiri, sehingga dapat dimainkan oleh orang di berbagai usia. Niko kemudian dibantu oleh Rio Efruan, seniman Maluku, yang peduli dengan anak-anak. Lengkaplah sudah apa yang diimpikan itu.

Satu yang penting, pikir suami dari Maria de Fretes saat itu, ukulele pasti mampu mengalihkan perhatian anak-anak milenial yang kecanduan gadget. Itu mimpinya, karena harus ada sesuatu untuk alihkan perhatian anak-anak.

Ukulele adalah solusinya. Bila candu gadget terus dibiarkan, bukan hal aneh bila 20 tahun ke depan, banyak  generasi generasi yang akan terpapar teknologi  yang tidak sehat baik fisik maupun psikisnya.

“Bagamaina masa depan kota ini, provinsi ini bahkan negara ini bila hal tersebut dibiarkan,” ungkapnya.

Semangat itu makin menggebu saat pihaknya ikut dalm Program Australian Awards, terkait cinta bumi  dengan kurangi penggunaan sampah plastik. Di sana, salah satu guru besar menyarankan agar hobby main ukulele dikembangkan.

Menurutnya, aksi tentang Kampanye Sampah Plastik, banyak orang sudah lakukan, termasuk pemerintah. Kita harus lakukan hal lain.

“Professor itu bilang, kenapa kamu tidak kembangkan ukulele, hoby kamu itu?. Lalu saya dibawa ke komunitas-komunitas ukulele. Pikiran saya kembali ke Banda saat melihat orang main ukulele di Pulau Ai,” kenangnya.

“Tekad saya, pasti saya bisa kembangkan ini lebih di Ambon. Cara main ukulele di Ambon beda, karena berkarakter sehingga tak monoton,”cerita Nicho.

Nicho bercerita panjang. Sampai di Ambon, mulai kumpul beberapa anak tetangga termasuk anaknya. Saat itu, jumlahnya delapan anak. Dia berdiskusi dengan beberapa teman. Ada dari kalangan akademisi, ada juga dari jurnalis minta pertimbanga.

Semua mendukung. Akhirnya anak-anak itu mulai dilatih. Ternyata, lihat teman-temannya bermain ukulele, yang lain juga  ingin bergabung. Ukulele mulai digemari. Bukan hanya anak-anak yang ada di Amahusu, tempat Nicho tinggal, namun juga dari negeri-negeri lainnya yang ada di Kota Ambon. Anak-anak komunitas Muslim juga bergabung.