Pengawasan Lemah ASN Mudah Korupsi, Evaluasi Ulang Format Prajabatan
BERITABETA.COM, Ambon – Skandal korupsi melibatkan belasan orang oknum abdi negara yakni aparatur sipil negara atau ASN di wilayah Maluku mencederai citra birokrasi. Semangat penciptaan pemerintahan yang baik dan bersih [good governance dan clean government] hanya retorika pepesan alias omong kosong.
Akademisi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon Dr. Amir Kotarumalos mengemuakan beberapa alasan yang melatari oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) di wilayah Maluku mudah melakoni korupsi.
Amir menduga oknum ASN yang tersandung korupsi mungkin saja untuk membantu, dan membayar ongkos pertarungan pejabat politik yang didapatkan dari kroni “local bosman” atau para cukong politik.
“Membayar janji dermawan atau filantropi pejabat politik yang belum lunas di masyarakat,” ungkap Amir Kotarumalos saat dimintai pendapatnya oleh beritabeta.com di Ambon Kamis (18/11/2021), seputar fenomena oknum ASN di Maluku masih mudah terlibat kasus korupsi.
Dia menilai, oknum ASN pun kadang menjadi tumbal politik atasan yang diwajibkan untuk menyetor biaya politik, karena telah dihamburkan saat suksesi pilkada maupun pemilu.
“Dugaan saya ada praktik suap jabatan, sehingga oknum pejabat yang bersangkutan harus menggantikan [biaya]. Karena rakus, silau dan bermental aji mumpung,” jelasnya.
Menyinggung apa ada kelemahan dari format prajabatan dan diklat sejeninsnya terhadap ASN masih lemah? Amir mengakuinya.
Dia menilai Prajabatan merupakan satu pelatihan untuk mempersiapkan seseorang menduduki jabatan. Namun selama ini, kata dia, prajabatan untuk ASN hanya melibatkan Widyaiswara.
Sebaiknya, lanjutnya, dari sisi keilmuan jangan ansih Widyaiswara dilibatkan saat pelaksanaan prajabatan. Akademisi juga harus dilibatkan sehingga ilmu yang ditransfer sesuai bidang masing-masing dapat menjadi lebih dalam dan berkualitas.
“Kalau semuanya diisi oleh Widiyaswara, saya kira kurang menciptakan atau membentuk kompetensi seseorang [ASN] yang nanti menduduki jabatan,” timpalnya.
Agar ASN tak terlibat korupsi, Amir menyarankan, perlu sering dilakukan siraman rohani atau program pembentukan karakter mental dari instansi birokrasi, agar moral ASN terbentuk dengan baik sehingga tidak mudah terjerumus korupsi.
“Seruan moral/rohani perlu gencar dilakukan. Ingat nama baik keluarga dan anak-anak, diri sendiri serta institusi tempat bertugas. Jangan mudah berbuat perbuatan tercela semisal korupsi,” anjurnya.
Kalau dulu, lanjutnya, ada pengawasan melekat dari atas ke bawah sehingga gampang dan mudah ditelusuri letak masalah penyimpangan yang terjadi di lingkungan ASN bertugas.
Sekarang, kata Amir, penagwasan dalam system sendiri masih sangat lemah. Hal ini membuat ruang atau celah terbuka sehingga oknum ASN pun gampang bertindak korup.
“Kalau pengawasan dilakukan secara berjenjang dari atas ke bawah saya kira ini sangat efektif. Peluang oknum ASN untuk korupsi akan minim, bahkan tidak ada. Tapi sekarang sangat lemah,” tegasnya.
Seharusnya sosialisasi dari pimpinan terhadap ASN terkait tugas dan fungsi perlu gencar alias ditingkatkan lagi.
Soal kesejahteraan berupa gaji dan tunjangan sudah banyak diterima oleh ASN, tapi mengapa mereka masih mudah korupsi? “Menurut saya, pengawasan volume dan integritasnya ditingkatkan,” saran Amir.
Dari aspek penegakan hukum, menurut dia, jangan penindakan, tetapi lebih kepada pencegahan. Maksudnya, kata dia, seharusnya pimpinan di internal pegawai melakukan pencegahan/preventif.
Fungsi preventif ini, lanjutnya, harus selalu mengingatkan dari atas sampai bawah. Kalau pengawasan lemah, barulah upaya penindakan dilakukan. Intinya, pimpinan harus jeli dalam melaksanakan tugas dan fungsi.
“Pimpinan harus memberikan contoh yang baik kepada bawahan. Kalau di Indonesia terlalu lemah pelaksanaan hukum tipikor,” pungkasnya. (*)
Editor: Redaksi