BERITABETA.COM, Ambon – Jatah participating interest (PI) 10 persen dari pengelolaan  Blok Migas Abadi Masela yang ditangani Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku melalui Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT Maluku Energi Abadi diam-diam kini menjadi bola liar.

Hal ini menyusul adanya sikap Pemerintah Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) yang menghendaki agar dari jumlah tersebut, KKT sebagai daerah terdampak dapat diberikan kewenangan pengelolaan 5,6 persen.

Menyikapi hal ini, Ketua DPRD Maluku, Drs Lucky Wattimury kepada media di Ambon mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya melalui Komisi II bersama Pimpinan Dewan akan memanggil Bupati Kepulauan Tanimbar Petrus Fatlolon, SH,MH untuk berdialog berkaitan dengan pengelolaan PI 10 persen Blok Masela.

Rencana ini mendapat respon positif dari Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Jaflaun Batlayery.

Dihubungi beritabeta.com, Minggu (7/3/2021) politisi Partai Demokrat ini mendukung sepenuhnya niat DPRD Maluku untuk bertemu dengan Bupati KKT Petrus Fatlolon, namun, Jaflaun bahkan mengusulkan agar jatah yang harus dikelola Pemkab Kepulauan Tanimbar sebesar 6% atau naik 0,4% dari yang diusulkan Bupati KKT kepada Gubernur Maluku.

Sikap Pemkab KKT ini mencuat, lantaran daerah tersebut dinilai sebagai daerah yang sangat terdampak dalam proses hingga beroperasinya Blok Masela nanti, setelah  revisi PoD tang disetuji Presiden Jokowi yang mengubah rencana pengembangan Blok Masela dari  offshore (laut) ke onshore (darat).

“Jadi kalau kita mengkaji dengan sisi logika, objektif, rasional berdasarkan fakta bahwa objek pelaksanaan itu ada di Tanimbar, maka suka tidak suka 6% yang kami hendaki itu sangat rasional. Kalau keputusan Presiden itu memutuskan Blok Masela ini beroperasi di laut (offshore) mungkin kita tidak terlalu ngotot akan hal ini,” tandas  Jaflaun Batlayery.

Jaflaun mengatakan, sebagai daerah yang dijadikan pusat industry akibat beroperasinya Blok Masela nanti, dia menganalogikan daerah Tanimbar bisa menjadi surga dan juga neraka ke depan.  Artinya ada dampak positif dan negative yang ditimbukan dan itu tidak akan sama dengan daerah lain di Maluku.

Beberapa dampak itu, kata dia, misalnya urbanisasi akan terjadi, kemudian persoalan ribuan hektar lahan yang mungkin saja akan terjadi tarik menarik antara Pemerintah KKT dengan rakyat disini dalam pelepasan nanti.

“Ini belum termasuk dampak-dampak lain yang ditimbulkan termasuk di dalamnya dampak lingkungan. Jadi pikiran Bupati KKT bahwa harus 5,6 %, saya bahkan meminta 6 % itu jumlah yang sangat rasional, karena pengelolaan ini ada di daratan kabupaten,” ungkapnya.

Atas kondisi ini, Jaflaun meminta semua Pemerintah Provinsi Maluku mapun  Kabupaten/Kota di Maluku agar dapat memahami kondisi rill yang akan dihadapai Kabupaten Kepulauan Tanimbar di masa mendatang.

Sementara secara terpisah Bupati KKT Petrus Fatlolon mengatakan, dirinya dengan senang hati atas nama Pemkab Kepulauan Tanimbar akan menghadiri undangan dari DPRD Provinsi Maluku.

“Kita mendukung kegiatan Blok Masela dengan tetap bermohon kepada semua pihak agar PI 10% dapat dibagikan juga kepada KKT sesuai mekanisme dan ketentuan yang berlaku dengan pertimbangan KKT sebagai kabupaten yang akan terkena berbagai dampak,” tandasnya.

Sebelumnya,  Lucky Wattimury menjelaskan terkait dengan jatah PI 10 persen dari keuntungan pengelolaan Blok Masela telah ditetapkan Pemerintah Pusat untuk Pemerintah Provinsi Maluku.

Dikatakan, Pemprov Maluku sementara ini tengah menyelesaikan 10 tahapan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

“Saat ini tahapan 1-5 sudah diselesaikan, tingggal tahapan 6-10 yang belum dilaksanakan,”jelas Lucky Wattimury kepada pers, Jumat (05/03/2021).

Menurutnya, karena pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada Pemprov Maluku, maka Gubernur Maluku Murad Ismail telah mengambil langkah-langkah sesuai dengan kewenangan yang diberikan itu.

“Langkah-langkah yang diambil Pak Gubernur didukung sepenuhnya oleh DPRD Maluku, karena DPRD menyadari betul bahwa aset Blok Masela bukan milik pribadi Gubernur atau milik Pemerintah Provinsi. Ini milik rakyat Maluku,”jelas Wattimury.

Meski demikian, pengelolaan PI 10 %  Blok Masela yang akan ditangani langsung oleh BUMD PT Maluku Energi Abadi, nampaknya bakal menyulitkan keinginan daerah terdampak, pasalnya dari sisi regulasi sesuai Perda yang ditelurkan Pemprov bersama DPRD Maluku telah menetapkan PT Maluku Energi Abadi sebagai holding company (Perushaan Induk).

Salah satu sumber yang berkompoten yang tak ingin menyebutkan identitasnya kepada media ini menyebutkan,  dengan bentukan BUMD sebagai holding tanpa melibatkan pihak-pihak daerah itu sangat menyulitkan dari sisi kewenangan.

Dalam ketentuannya setiap Holding memiliki kewenangan mengatur perencanaan bersama dan mengendalikan perushaan lain yang masuk di dalamnya.  

Dan tentu perusahaan induk harus memiliki paling tidak 20-50% dari total saham anak perusahaan. Jika kurang dari jumlah tersebut, perusahaan induk tidak diperkenankan melakukan pengendalian (BB-DIO-SL)