Praperadilan Ditolak, Kejati Maluku Segera Periksa Ferry Tanaya
BERITABETA.COM, Ambon - Penyidikan kasus dugaan tindak pidana korupsi atau tipikor jual beli lahan untuk proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas atau PLTMG milik PT. PLN (Persero) di Namlea Kabupaten Buru, Maluku, kembali berlanjut di Kejaksaan Tinggi Maluku.
Korps Adhyaksa Maluku melanjutkan proses penyidikan perkara ini, karena upaya praperadilan Ferry Tanaya alias FT (pemohon), telah ditolak oleh majelis hakim pada Pengadilan Negeri Ambon, Senin (01/03/2021) lalu.
Agenda pemeriksaan terhadap Ferry Tanaya pun segera dilakukan penyidik Kejati Maluku di Kota Ambon. Soal ini, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Maluku Sammy Sapulette membenarkannya.
Sammy mengakui, pemeriksaan terhadap Ferry Tanaya dengan statusnya sebagai tersangka dalam perkara yang terindikasi merugikan negara Rp.6 miliar itu, segera dilakukan jaksa penyidik dalam waktu dekat.
“Segera akan dilakukan pemeriksaan (tersangka FT),” ungkap Sammy Sapulette saat di konfirmasi beritabeta.com di Ambon, Jumat (05/03/2021).
Selain itu, satu tersangka lain yakni AGL (Abdul Gani Laitupa), juga akan diperiksa penyidik. “Tersangka AGL juga segera diperiksa,” tambah dia.
Menyinggung selain FT dan AGL, masih adakah oknum lain yang akan ditetapkan lagi menjadi tersangka dalam perkara ini? Ditanya begitu, Sammy tak bisa memastikannya. “Sejauh ini masih dua tersangka tersebut (FT dan AGL),” timpal dia.
Diketahui, Senin (1/3/2021) lalu, praperadilan Ferry Tanaya (pemohon) versus Kejati Maluku (termohon) ini, hakim tunggal Andi Adha yang memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara ini, menolak seluruh permohonan praperadilan (pihak pemohon).
Berdasarkan amar putusannya, dalil pemohon yang menyatakan tindakan penetapan tersangka yang dilakukan Kejati Maluku (termohon), bertentangan dengan asas Nebis In Nidem haruslah ditolak.
Asumsi hukum itu pihak pemohon merujuk putusan Mahkamah Konstitusi disebutkan “Seseorang dapat dituntut kembali dalam perkara yang sama asalkan ada dua alat bukti atau lebih yang sah. Sehingga dalil pemohon haruslah ditolak”.
Selain itu tentang dalil bahwa sah tidak sahnya penetapan status tersangka atas diri pemohon karena adanya kesalahan administrasi adalah dalil yang tidak berdasar hukum dan haruslah ditolak. Karena dalam penetapan tersangka atas diri pemohon, SPDP-nya sudah di kirim ke pemohon melalui jasa penitipan.
Di samping itu, hakim juga menolak dalil pihak pemohon yang menyatakan, pihak termohon lalai dan tidak menjalankan amar putusan perkara aquo (merehabilitasi nama baik pemohon).
Menurut hakim, dalil pihak pemohon itu bukan suatu kewajiban dari pihak termohon (Kejati Maluku), untuk merehabilitasi nama baik pemohon sebagaimana pada putusan perkara aquo.
Dengan berbagai pertimbangan di atas, hakim tunggal yang memeriksa dan mengadili perkara ini kemudian menolak seluruh dalil (pemohon praperadilan). Hakim menegaskan penetapan tersangka atas diri pemohon atau Ferry Tanaya, oleh pihak termohon (Kejati Maluku) adalah sah.
Usai persidangan, salah satu kuasa hukum Ferry Tanaya dalam hal ini Henry Lusikooy kepada waratwan mengatakan, pihaknya menghargai putusan hakim.
Walaupun, kata dia, di satu sisi pihaknya kurang setuju dengan pertimbangan majelis hakim yang menyatakan, seseorang dapat dituntut kembali pada suatu perkara yang sama asalkan ada dua alat bukti yang baru.
Namun pada kenyataanya dua alat bukti yang digunakan pihak Kejati Maluku menetapkan Ferry Tanaya sebagai tersangka adalah alat bukti yang pernah dipakai pada perkara aquo atau perkara yang sebelumnya.
“Dimana pada perkara sebelumnya hakim memutuskan penetapan status tersangka pada diri Ferry Tanaya adalah sah dan cacat hukum,” kata Henry.
Sekedar diingat, September 2020 lalu, Ferry tanaya pertama mengajukan praperadilan dan menang. Status tersangkanya digugurkan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Ambon.
Ini membuat Kejati Maluku “geram”. Upaya hukum lanjutan pun ditempuh. Pihak Koprs Adhyaksa Maluku menerbitkan Surat Perintah Penyidikan atau Sprindik. Dari penyidikan yang dilakukan marathon, hasilnya penyidik menetapkan Ferry Tanaya jad tersangka. Tim penyidik mengklaim punya bukti atas keterlibatan Ferry Tanaya, dalam jual beli lahan untuk proyek PLTMG di Namlea Kabupaten Buru tersebut.
Tak puas, Ferry Tanaya tak terima kembali menjadi tersangka. Ferry lalu ajukan Praperadilan ke PN Ambon. Harapan agar permohonanan diterima pupus. Hakim PN Ambon justru menolak permintaan pihak pemohon.
Pada 4 Februari 2021 lalu, penyidik Kejati Maluku juga telah memeriksa empat orang saksi. Mereka diperiksa terkait dugaan markup (penggelembungan) anggaran terkait pembelian lahan untuk pembangunan PLTMG Namlea, Kabupaten Buru.
"Pemeriksaan terhadap empat saksi tersebut untuk dua tersangka yakni Ferry Tanaya dan Abdul Gani Laitupa,” ungkap Kasi Penkum Kejati Maluku, Samy Sapulette di Ambon, Kamis (4/02/2021) lalu.
Empat terperiksa itu masing-masing berinisial SMT dan FS dari PT PLN (Persero) wilayah Maluku-Maluku Utara, ET (Pensiunan BPN Provinsi Maluku), dan FL, pegawai BPN Provinsi Maluku.
Sammy menjelaskan, SMT dan FS diperiksa jaksa Ye Oceng Amadahly, E.T diperiksa penyidik Novita Tatipikalawan, dan FL diperiksa oleh jaksa penyidik YE Almahdaly. Empat saksi ini dicecar belasan pertanyaan.
"Empat saksi ini diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ferry Tanaya dan Abdul Gani Laitupa, terkait perkara dugaan korupsi pengadaan lahan untuk pembangunan PLTMG 10 MV tahun anggaran 2016, di Dusun Jiku Besar, Kabupaten Buru,” ungkap Sammy.
Dalam kasus ini, penyidik Kejati Maluku juga telah memeriksa keterangan salah satu pegawai BRI Ambon dengan inisial M. (BB-SSL)