Ditjen Dukcapil Gendeng Dukcapil Maluku Gelar Sosialisasi Permendagri

BERITABETA.COM, Ambon –  Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Jenderal Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Ditjen Dukcapil), mengandeng Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Provinsi Maluku menggelar sosialisasi Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 118 Tahun 2017.

Permendagri yang mengatur tentang Blanko Kartu Keluarga (KK) dan Penerbitan Dokumen Kependudukan bagi Penghayat Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa ini difokuskan kepada ribuan jiwa Penghayat Kepercayaan di Pulau Buru.

Kegiatan Sosialisasi ini dihadiri langsung Sekretaris Jenderal Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Sesditjen Dukcapil), I Gede Suratha dan berlangsung di Namlea, Kabupaten Buru  27 September pekan lalu.

Sekertaris Daerah (Sekda) Kabupaten Buru, Ahmad Assegaf mewakili Bupati dalam sambutannya di hadapan tokoh masyarakat, kepala adat, para kepala desa, camat, unsur Kementerian Agama, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Disdukcapil kabupaten/kota se-Maluku mengatakan,  Pulau Buru  menjadi salah satu target untuk dilakukan sosialisasi ini dikarenakan, pengaruh adat istiadat masih begitu kuat dan yang lebih spesifik adalah sebagian masyarakatnya adalah Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME.

Dijelaskan, Pulau Buru dihuni sebanyak 211.757 jiwa. Jumlah ini terbagi di dua wilayah dengan rincian masing-masing Kabupaten Buru sebanyak 135.418 jiwa dan Kabupaten Buru Selatan 76.339 jiwa.

Kegiatan sosialisasi Permendagri Nomor 118 Tahun 2017 yang digelar Ditjen Dukcapil dengan menggendeng Dukcapil Maluku di Kabupaten Buru

“Kurang lebih ada sekitar 6.000 jiwa penduduk masih menganut Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, dan masih terkendala memperoleh dokumen kependudukan. Sebarannya lebih banyak di sekitar Danau Rana dan masyarakat adatnya masih sangat patuh menjalankan nilai-nilai luhur dan berkembang berabad-abad lamanya,” ungkap Assegaff.

Jumlah ini, sebut Assegaff,  tentu akan bertambah besar apabila dihitung juga Penghayat Kepercayaan yang mendiami wilayah Kabupaten Buru Selatan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Sesditjen Dukcapil), I Gede Suratha dalam penjelasannya mengatakan bahwa banyak faktor yang menyebabkan  rendahnya kepemilikan dokumen kependudukan bagi Penghayat.

“Secara regulasi sudah tidak ada masalah. Semua sudah ada jalan keluarnya. Tinggal melaksanakan saja. Dengan demikian, kita harus selesaikan masalah ini secara bersama-sama, bergotong-royong saling membantu sebagaimana nilai-nilai luhur yang telah dimiliki masyarakat adat Buru ribuan tahun lamanya,” katanya.

Suratha menjelaskan,  apabila dokumen kependudukan tidak dimiliki oleh masyarakat termasuk oleh Penghayat Kepercayaan, maka negara akan mengalami kesulitan dalam melakukan perlindungan dan juga dalam mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.

Untuk itu, ajak Seditjen Suratha, mulai sekarang seluruh pihak merubah pola pikir bahwa dokumen kependudukan merupakan salah satu “kekayaan” bagi setiap orang yang memilikinya.

“Selama ini masyarakat Pulau Buru sudah memiliki banyak kekayaan seperti peralatan pertanian, ladang sagu, sawah, ladang kayu putih, ternak, emas perak dan tembikar. Mulai saat ini kekayaan itu akan  bertambah satu lagi yakni dokumen kependudukan yang menjadi modal dalam mengatasi masalah-masalah dalam kehidupan bernegara, utamanya untuk memperoleh pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, perumahan, ketentraman dan masalah-masalah sosial,” urai Suratha.

Sesditjen meminta agar aparat pemerintah baik di tingkat desa, kecamatan, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Buru maupun provinsi agar segera mempercepat proses pendaftaran organisasi Penghayat ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

“Hal ini harus dilakukan untuk mempermudah pembinaan yang akan dilakukan, fasilitas-fasilitas akan dianggarkan dengan baik serta proses perkawinan akan berjalan dengan lancar dan masih banyak keuntungan lainnya,” papar Sesditjen.

Suratha menambahkan, apa yang dilakukan saat ini sebagai bentuk komitmen pemerintah  dimana negara hadir dalam rangka melaksanakan langkah-langkah afirmatif bagi daerah dan masyarakat yang mengalami kendala dalam pelayanan publik khususnya dalam memperoleh dokumen kependudukan.

Kehadiran pemerintah pusat yang diwakili Sesditjen Dukcapil di Pulau Buru disambut antusias peserta sosialisasi khususnya masyarakat adat yang selama ini merasa masih mengalami kendala pelayanan.  Sebelum diskusi dilakukan, kegiatan juga dilakukan berupa kunjungan ke lokasi pemukiman masyarakat adat, di Kubalahin, Kecamatan Lolong Guba.

Dalam kunjungan itu terungkap salah satu penyebab rendahnya kepemilikan dokumen kependudukan bagi Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME disebabkan beberapa faktor.  Antaranya,  jauhnya lokasi pemukiman masyarakat penganut Kepercayaan Terhadap Tuhan YME, dari pusat-pusat pelayanan.  Selain itu informasi yang sangat terbatas, pemahaman akan arti penting dokumen kependudukan juga masih rendah, dan sarana prasarana pendukung untuk menjangkau masyarakat penghayat masih sangat terbatas.

Sebagaimana diketahui, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 97/PUU-XIV/2016 tanggal 18 Oktober 2017 tentang pencantuman Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa pada kolom Kartu Keluarga (KK) dan KTP-el, maka Pemerintah Daerah (Pemda) di seluruh Indonesia wajib untuk menerbitkan KK bagi Penghayat Kepercayaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa (TYME).

Untuk menindaklanjuti itu, Kemendagri menerbitkan Permendagri No 118/2017 tentang Blanko KK, Register dan Kutipan Akta Pencatatan Sipil, yang selanjutnya akan diikuti penyesuaian secara teknis dalam Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK) agar lebih mudah diaplikasikan oleh para petugas pelayanan di Dinas Dukcapil kabupaten/kota.

Untuk itu, dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan administrasi kependudukan di Provinsi Maluku, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Provinsi Maluku menyelenggarakan kegiatan sosialisasi Permendagri Nomor 118 Tahun 2017. (BB-DIO)