Serupa dengan JJK. PL juga tidak sendirian. Ia digiring bersama rekannya berinisial  VM yang menjabat sebagai Kepala UPTD Pasar Mardika. Keduanya disangka dalam kasus korupsi anggaran retribusi pelayanan pasar pada Dinas Perindag Kota Ambon tahun anggaran 2017-2019 yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,3 miliar.

PL dan MV bernasib serupa dengan JJK dan dua rekannya. Meraka juga dijerat melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) KUHPidana.

Berhasilnya Kejaksaan menggiring para mantan pejabat ini ke tahanan merupakan sebuah prestasi yang patut dibanggakan. Namun, juga patut dipertanyakan. Kenapa baru sekarang para mantan ini bisa digiring ke hotel prodeo?

Mungkin saja ini soal waktu. Dalam masa kekuasaan memang sukar untuk mengendus sebuah praktek yang merugikan dilakukan seorang pejabat, karena pastinya aparat membutuhkan alat bukti yang kuat.

 

Mantan Kadis Perindag Kota Ambon, PL digiring menuju mobil tahanan jaksa menuju Rutan Klas II A Ambon

 

Ataukah jangan sampai saat itu  aparat penegak hukum ikut ‘kasmaran’ atau  ‘jatuh cinta’ pada mereka? Karena rata-rata dua kasus korupsi yang menyeret para mantan ini sudah terpaut waktu cukup lama. Kasus yang menjerat JJK dan dua rekannya itu terjadi 6 tahun silam. Sementara yang melilit PL dan VM juga terjadi 4 tahun silam.

Ah,, sudahlah, tak baik juga bersikap suudzon menilai mereka yang berwenang dalam penegakan hukum itu. Sebab, ada juga pejabat publik di Maluku diseret ke tahanan saat masih aktif berkuasa.

Walau demikian, para mantan pejabat yang sekarang menyandang status tersangka itu dari sisi hukum belum 100 persen dapat dicap bersalah. Mereka baru diduga, sehingga berlaku apa yang disebut  presumption of innocent atau praduga tak bersalah.

Asas praduga tidak bersalah merupakan asas umum hukum acara, karena diatur dalam UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Sebagai asas hukum umum, maka asas praduga tidak bersalah berlaku terhadap semua proses perkara baik perkara pidana, perkara perdata, maupun perkara Tata Usaha Negara.  

Artinya para mantan ini belum tentu melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan kepentingan dalam pengadaan dan gratifikasi.

Jenis perbuatan di atas telah dijelaskan secara gamblang dan diatur dalam 13 buah Pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.