Selembar Kain, Perjuangan Tanpa Akhir
Catatan : Mary Toekan
Mengenakan gamis dan berjilbab hitam, gadis manis berumur 19 tahun itu memarkir motor di halaman kampusnya, Universitas Mandya Karnataka, India.
Seperti sudah dinantikan, segerombolan anak - anak muda dengan selendang safron berwarna merah, meneriakkan "Jai Shri Ram," "Jai Shri Ram," ke arahnya, yang artinya "Salam Tuhan Ram".
Pria - pria ini mewakili kelompok nasionalis Hindu sayap kanan. Mereka menghadang gadis itu dan memberondongnya dengan kata - kata kurang pantas, memprotes penggunaan jilbab di kampus.
Tak gentar sedikitpun, ia menerobos para demonstran, sambil berteriak " Allahu Akbar "… "Allahu Akbar".
Kejadian ini menjadi berita utama dan viral di media sosial 9 Februari 2022 lalu.
" Yang saya inginkan hanyalah membela hak dan pendidikan saya," katanya kepada BBC dari rumahnya di Kota Mandya, negara bagian Karnataka.
"Saya tidak punya masalah dengan selendang safron atau turban yang mereka pakai di kampus, lalu apa bedanya dengan jilbab yang saya kenakan ? " katanya tak habis pikir.
Muskan Khan, nama gadis pemberani itu menjadi wajah perlawanan bagi perempuan Muslim India di tengah meningkatnya pertikaian tentang jilbab di kampus.
Begitulah berulang kali kisah perjuangan seorang Muslimah melawan larangan berjilbab di negerinya.
Dalam perjalanan sejarahnya, selembar kain penutup aurat Muslimah ini ternyata tak sekedar penutup aurat. Tercatat sempat menjadi pemicu peperangan. Dua perang besar terpaksa dikobarkan demi mempertahankan kehormatan seorang wanita Muslim.
Tersebutlah seorang ummahat yang sedang berbelanja di pasar bani Qainuqa. Ia diganggu oleh para pemuda Yahudi. " Keisengan " Yahudi mengakibatkan wanita ini terjerembab hingga tersingkap auratnya.
Peristiwa ini berbuntut panjang. Bentrokan tak bisa dihindari sebab hilangnya nyawa pemuda Muslim yang menyelamatkan wanita malang itu dari rasa malu.
Puncak perseteruan terjadi pada bulan Syawal tahun 2 Hijriyah. Pasukan Muslimin mengepung benteng Yahudi Bani Qainuqa selama 15 hari. Masa pengepungan berakhir saat bendera putih melambai tanda menyerah. Mereka lalu diusir keluar dari Madinah.
Kisah ini menjadi dendam kesumat tak berujung. Dampaknya, Palestina menjadi sasaran kebencian atas kekalahan itu.
Sekian abad berlalu, kejadian serupa kembali terulang. Cerita ini melegenda . Sebab teriakan seorang Muslimah memanggil Sang Khalifah ketika ditarik jilbabnya dan ditawan di kota Ammuriah, Anatolia.
" Waa Mu'tashimaaah !! " : panggil wanita itu meminta tolong. Kabar ini terbawa ke ibukota pemerintahan Khalifah Al - Mu'tashim Billah ( 794 - 842 ), khalifah ke delapan Daulah Abbasiyah di Baghdad.
Setelah mengirim sinyal peringatan namun tak jua digubris, segera Sang Khalifah memacu kudanya, memimpin sendiri, pasukan. Begitu besar pasukan yang dibawanya. Sejarah merekam peristiwa ini.
Disebutkan saat pasukan tiba di kota Ammuriah, ekor pasukan bahkan belum bergerak dari kota Baghdad.
Pembelaan terhadap Muslimah ini, sekaligus pembebasan kota Ammuriah dari jajahan Romawi 13 Agustus 833 Masehi.
Setelah membebaskan kota Ammuriah, Sang Khalifah menjawab seruan Muslimah tersebut, " Telah ku penuhi seruanmu ".
Dua peristiwa di atas sudah cukup menjadi bukti bahwa jilbab bukanlah persoalan selembar kain penutup aurat, namun tentang kehormatan seorang Muslimah. Perang bahkan dikobarkan demi membela kehormatan itu.
Lagi, di era modern ini, Perancis berkali - kali mengeluarkan berbagai aturan yang menyulitkan para Muslimah menutup aurat di negerinya sejak 2004.
Meski amandemen RUU anti - separatis itu ditujukan pada semua simbol agama, sebagian menilai langkah itu hanya menyasar umat Muslim setelah kejadian 11 September 2001 di Amerika.
Terakhir, 23 Januari 2022 lalu, dibawah pemerintahan Emmanuel Macron, anggota parlemen Perancis mengeluarkan larangan berjilbab bagi wanita dan anak perempuan saat berolahraga.
Amandemen tersebut diusulkan oleh kelompok sayap kanan Les Républicains yang mengatakan bahwa jilbab dapat membahayakan keselamatan pemakainya.
Sungguh, suatu alasan yang dibuat - buat. RUU itu juga melarang gadis Muslim di bawah usia 18 tahun untuk memakai jilbab di tempat - tempat umum.
Hiba Latreche, mahasiswi berusia 22 tahun, salah satu perempuan muda Muslim pertama yang ikut bersuara mengkampanyekan
" Jangan Sentuh Jilbab Saya " dalam bahasa Perancis dengan tagar #PasToucheAMonHijab, sebab ini masalah Perancis," tambahnya.
Sentimen Perancis terhadap wanita Muslim yang berjilbab ternyata jauh sudah tercatat dalam sejarah saat mereka menjajah Aljazair, meskipun mereka adalah negeri pertama di Eropa yang menggelorakan revolusi dengan semboyan " liberty, egality, fraternity "
( kebebasan, persamaan dan persaudaraan ) tersebab tradisi dan hierarki monarki, aristokrat, dan kekuasaan Gereja Katolik.
Tahun 1958, seorang fotografer resimen bernama Marc Garanger diperintahkan mengabadikan 200 wanita muslim yang dipaksa membuka jilbab dan cadar mereka di depan kamera.
Berita ini dirayakan menjadi headline di surat - surat kabar dengan klaim sebuah kemenangan nilai - nilai Eropa.
Salah satu hikmah diturunkannya perintah wanita Muslim berjilbab, agar mudah dikenali dan tidak diganggu. Dan aku salah satu dari sekian juta wanita Muslim itu yang turut merasakan indahnya hikmah ini terutama ketika berada di daratan Eropa.
Allah tak mungkin salah, memerintahkan hamba - hamba yang mencintai-Nya, seperti dilafadzkan dalam surah Al - Ahzab : 59.
" Wahai Nabi, katakanlah kepada istri - istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri - istri orang mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka ! Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ".
Gelombang hijab nampak semakin besar, angin kebaikan menyadarkan wanita - wanita Muslim seantero bumi, berbondong - bondong hijrah menuju negeri akhirat. Tak ada yang mampu membendungnya lagi.
Di berbagai negara, bahkan di negeri sendiri, perjuangan saudara - saudara Muslimah kita akan terus berlanjut. Sejatinya selembar kain ini menjadi bukti perjuangan tanpa akhir sebab perkara ini bukanlah perkara biasa, melainkan perkara tentang cinta pada pemiliknya. Sebuah ketaatan.
Satu - satunya cara yang bisa mengganjal kehebatan cinta dalam selembar kain ini adalah melalui perang pemikiran yang masif dihembuskan di dunia nyata maupun maya.
Jika ada Muslimin tak mampu melihat adanya perang pemikiran ini, besar kemungkinan dia telah menjadi tawanannya. Wallahu a'lam bishowab. (*)
13 Rajab 1443 H.