Catatan : Mary Toekan Vermeer

Namanya Alboka dan Alboque. Pernah dengar ini ? Ini nama instrumen musik tiup. Alat ini berasal dari bahasa Arab "Albuq" yang berarti terompet. Inilah cikal bakal klarinet dan terompet modern. Apakah orang Islam yang mengklaim pernyataan ini ?Tidak !

Ini diakui oleh para arkeolog musik Barat. Seorang musicologist Barat, peneliti spesial musik Arab, Henry George Farmer (1988) dalam Historical Facts for The Arabian Musical Influence, menuangkan deretan huruf - hurufnya, membenarkan bahwa Eropa baru mengenal alat musik tiup, setelah pasukan Thariq bin Ziyad membuka semenanjung Iberia, yang kemudian menjadi mercusuar bumi, Khilafah Andalusia.

Kalau sekarang, daerah kekuasaannya waktu itu mencakup Spanyol, Andorra (Negara yang berbatasan langsung dengan Perancis dan Spanyol), Portugal, Gibraltar, Perancis Selatan dan Sisilia. Itulah wilayah kekhalifahan Islam Andalusia di daratan Eropa tahun 711 - 1492 M.

Hangatnya cahaya Islam merambat dari jazirah Arab, Persia, Eropa, Afrika,Turki, India hingga Asia, tak lepas diwarnai tradisi musik, hingga tercatat nama  musisi seperti Sa'ib Khathir ( wafat 683 M ), Tuwais ( wafat 710 M ), Ibnu Mijjah (714 M), Ishaq Al - Mausili ( 767 - 850 M ), Al - Kindi ( 800 - 877 M ) dan lain - lain.

Kathleen Schlesinger, seorang arkeolog music asal Inggris ikut mengakui bahwa Andalusia merupakan rute utama perjalanan  seni musik Arab - Islam ke Eropa. Pengaruh musik Arab - Islam mengental dalam masyarakat Spanyol dan Portugis, telah menjadi catatan historis yang telah terbukti dengan sendirinya.

Para arkeolog musik menemukan aliran darah musik Jazal dan Muwashshah Andalusia dalam lagu - lagu sekuler Prancis seperti Virelai dan Rondeau abad 13 M.Tak luput juga koleksi Cantigas de Santa Maria yang disusun sekitar tahun 1252 di bawah perintah Alfonso X El Sabio, raja Castile dan Leon.

Bukan saja lagu, puisi - puisi populer pujangga Barat juga bermula dari Spanyol dan Perancis Selatan lalu menjalar perlahan ke Italia.  Tradisi muslim Andalusia kuat mengaliri kata - kata cinta nan syahdu meninggikan keindahan dan derajat perempuan.

Tema - tema semacam ini, tak pernah ditemukan sebelumnya di Eropa sebab kebiasaan buruk terhadap perempuan di masa kegelapan menandai seluruh daratan Eropa waktu itu. Mereka belajar mencintai wanita dari tradisi kaum Muslimin.

Keruntuhan Granada pada 1492 M dan pengusiran bahkan pembunuhan Muslim Andalusia tak jua menyurutkan pengaruh Arab terhadap musik Spanyol. Sederet alat - alat musik yang telah mengalami evolusi seperti sekarang ini tercipta dari kejeniusan ilmuwan musik masa itu.

Tak hanya alat musik tiup, oleh Maurice J Summerfield (2003) dalam bukunya The Classical Guitar, Its Evolution, Players and Personalities since 1800, menuliskan bahwa gitar modern adalah warisan peradaban Islam.

Dari catatan evolusi itu, tercatat gitar bermula dari alat bernama Oud atau Ud sebelum bertransformasi menjadi instrumen ghaita. Sebuah alat musik Arab berdawai empat dari kekhalifahan Islam, negerinya orang Muslim di Eropa.

Alat petik ini terbagi dua jenis. Satunya guitarra morisca dengan bentuk bulat dibelakangnya dan satunya lagi, guitarra latina yang menyerupai gitar sekarang. Kedua bentuk gitar ini masih bisa kita dapati sebab tak  banyak mengalami perubahan signifikan.

Mungkin masih asing di telinga kita, ketika  mendengar alat musik bernama hurdy gurdy. Instrumen ini adalah nenek moyangnya piano dan organ, ditemukan oleh Banu Musa bersaudara di masa Daulah  Abbasiyah.

Bentuknya seperti kotak dengan deretan tuts - tutsnya. Kalau dipencet secara berirama, akan  terdengar syahdu, sanggup menyihir suasana berganti romantis.

Tak cukup itu, organ yang digerakkan menggunakan tenaga air, mereka hadirkan menghibur masyarakatnya. Tenaga air ini dapat memindahkan silinder secara otomatis sehingga mengeluarkan nada - nada indah penghilang penat.

Musa bersaudara juga mewujudkan impian mereka tentang peniup seruling otomatis. Inilah mesin pertama yang bisa diprogram dalam dunia musik.

Manuskrip prosedur kerja kedua alat ini tertuang dalam kitab "Sirr Al - Asrar" yang diterjemahkan dalam bahasa Latin oleh Roger Bacon abad 13 M dan menjadi rujukan sampai abad 19 M bagi orang - orang Barat.

Bahwa musik memang telah ada sejak dulu. Setiap kelompok manusia yang tersebar di setiap wilayah bumi, akan membentuk cara bermusik menurut golongan sendiri - sendiri.

Namun di masa keemasan Islamlah, dunia musik mengalami era baru. Hadirnya berbagai benih alat - alat musik, warisan dari para ilmuwan dan musisi Islam ini, menjadi dasar pijakan, hingga manusia bumi dapat menikmati musik dengan segala jenis genrenya.

Musik ala Timur Tengah

Meskipun terdapat dua pendapat berbeda tentang halal dan haramnya musik berikut dalil - dalil yang shahih, tapi dalam perkembangannya, musik termasuk dalam rangkaian ilmu matematika dan filsafat. Tak heran kita menemukan nama - nama ilmuwan dan filsuf terlibat di dunia ini.

Apalagi dengan adanya dukungan dari Khalifah Muslimin kepada musisi dan penyair, dunia musik semakin menggeliat. Para alih bahasa, bertambah banyak menerjemahkan risalah musik dari bahasa Yunani ke bahasa Arab.

Dunia memang sengaja mengabadikan dengan tinta emas, Guido of Arezzo, seorang biarawan Katolik, sebagai orang pertama yang menemukan  solfege sekitar tahun 1000 M.

Apa itu solfege? Solfege itu teknik solmisasi. Sederhananya ya tangga nada do re mi itu. Kata sejarawan yang menulis ini, bunyi do re mi, berasal dari bait pertama hymne Ut Queant Laxis. Benarkah ?

Ketika peradaban Barat keluar dari masa kegelapannya menuju sebuah periode yang bermakna lahir kembali atau Renaissance, mereka menutup semua pintu masa lalu dengan membangun tembok kokoh agar tak terlihat lagi cerita kelam yang penuh trauma di negeri mereka.

Kemajuan ilmu pengetahuan berikut hal lainnya seakan start dari dinding Renaissance ini. Semua celah ditutup rapat, termasuk seribu tahun zaman keemasan peradaban Islam. Sayangnya tak ada yang abadi selama kaki masih berpijak di dunia ini. Wangi peradaban Islam yang disekap, kembali menyeruak ke permukaan bumi.

Allah SWT memang Maha Adil. Kemajuan teknologi informasi tak terbendung lagi. Kecanggihannya, menjebol sendiri dinding  penyekat itu, dan menjemput kemuliaan peradaban Islam yang ikut  ditenggelamkan bersama trauma Barat di balik tabir selama ratusan tahun.

Kisah pun mengapung. Dunia terbelalak. Ternyata begitu banyak sumbangsih kaum Muslimin dalam sejarah peradaban umat manusia. Peradaban yang sedang menghegemoni sekarang ini, berhutang terlampau banyak pada kaum Muslimin walaupun sebagian orangnya masih malu malu meong mengakui kehebatan di era itu, termasuk Muslimin yang tak bangga dengan peradabannya sendiri.

Guido of Arezzo sudah terlanjur dicatat sebagai penemu tangga nada lewat notasi Guido's Hand. Tapi tak ada yang bisa ditutupi lagi, kalau karyanya hanyalah hasil jiplakan  notasi Arab yang sudah digunakan sejak abad ke- 9 M oleh para ilmuwan muslim.

Adalah Ishaq Al - Mausili (wafat 850 M), yang menciptakan solmisasi do re mi fa sol la si do ini dalam kitabnya yang sangat terkenal. Para ilmuwan sesudahnya menerjemahkan kitabnya ke dalam bahasa Latin kemudian di daur ulang ke dalam bahasa Inggris. Kitab - kitab inipun muncul dengan wajah baru bertajuk Book of Notes and Rhythms dan Great Book of Songs.

Al - Mausili menerjemahkan senandungnya dengan dua sistem yang masih terus berlaku hingga detik ini. Pertama adalah sistem solmisasi. Si jenius ini memberinya nama

"Durr Mufassal" yang bermakna "Mutiara Terurai".

Durr Mufassal adalah bentukan dari huruf hijaiyah Dal, Ra, Mim, Fa, Sod, Lam, Sin. Sementara arti kata mutiara, merujuk pada bentuk notasi nada berbentuk bulat seperti mutiara, yang berjejer dalam garis birama tempat bertenggernya nada - nada untuk menembangkan lagu.

Apakah ini yang kita sebut not balok itu ? Kedua, ia membuat teori musik "qanun" atau canon istilah sekarang. Canon adalah teori musik yang mempunyai komposisi dari melodi, dimainkan setelah durasi tertentu, misalnya tanda istirahat untuk menunjukkan jeda dalam musik, dan lain lain.

Karyanya membuat nama Al - Mausili melambung, melegenda sebagai musisi di Daulah Abbasiyah. Senandung Durr Mufassal itu terdengar sayup, datang dari negeri penuh barokah kekhalifahan Islam.

Di masa yang tak jauh sesudahnya, Al - Kindi ( 800 - 877 M ) menulis beberapa kitab. Salah satu karya miliknya berjudul "Musiq". Judul kitab ini yang dipercaya menjadi cikal bakal lahirnya kata "musik" di dunia Barat.

Al - Kindi menyusun notasi alphabetik dengan skala nada kromatik : Alif Ba Jim Dal Ha Waw Zei Ho Ta Ya yang kemudian menjelma menjadi : A b(mol) B C C(kress) D E(mol) E F F(kress) / G.

Abu Nasir Muhammad bin Al - Farakh Al - Farabi ( 872 - 951 M ) seorang ilmuwan dan filsuf Islam yang terkenal ini tak mau ketinggalan. Ia tercatat dalam daftar musisi Islam yang membuat notasi dan juga sebagai orang pertama memperkenalkan rebec atau rebab.

Rebec adalah alat musik gesek yang digunakan musisi Islam sejak abad 10 M dan berevolusi menjadi biola. Sementara Timpani, alat musik tambur atau genderang modern juga berasal dari peradaban Islam.

Timpani berasal dari Naqareh Arab. Alat musik pukul itu diperkenalkan ke benua Eropa pada abad ke-13 M oleh orang Arab dan Tentara Perang Salib.

Dari Timur, cahaya fajar datang, mengganti redupnya mercusuar Islam di Barat. Daulah Ustmani dengan segala kebesarannya ikut menyumbang alat musik yang masih bertahan di panggung - panggung gemerlap sampai saat ini.

Awalnya alat ini buat tetabuhan untuk menyemangati pasukan Turki Utsmani dalam derap langkah menuju medan pertempuran.

Tahukan simbal ? Nah itu nama dari alat ini. Avedis, adalah nama satu keluarga di Daulah Utsmani. Mereka keluarga yang memproduksi simbal. Anak turunannya hingga kini masih eksis membuat alat ini.

Avedis sendiri adalah seorang ahli kimia keturunan Armenia - Turki yang bekerja di Istana Utsmani sekitar tahun 1600-an. Selain ahli kimia, ia ahli dalam membuat simbal.

Karena kemampuannya dapat membuat tembaga lebih kuat walau berukuran tipis, Sultan memberinya julukan "Zildji". Keturunannya mewarisi ilmu ini dan terus memproduksinya dengan merk yang begitu akrab di telinga maupun mata kita, "Zildjian".

Avedis Zildjian Company sudah 400 tahun memproduksi simbal. Mereka adalah legenda. Salah satu perusahaan tertua warisan Daulah Utsmani yang masih bisa dinikmati hingga kini.

Kaum Muslimin telah mencapai titik  peradaban tertinggi pada abad pertengahan. Pesatnya ilmu pengetahuan merata di semua lini kehidupan masyarakatnya. Ada satu masa dimana musik jadi resep utk pengobatan secara mental.

Rumah sakit termodern saat itu mengobati pasien dengan keluhan psikosomatik, yaitu gangguan pikiran (psyche) dan tubuh (soma). artinya pasien dengan keluhan fisik tersebab pengaruh pikiran atau emosi.

Menariknya para dokter waktu itu telah membuat perpaduan antara musik, suara air dan aroma terapi sebagai obat penyembuh sakit ini. Dan musik yang ikut dalam perpaduan itu, harus mempunyai canon atau komposisi irama yang diukur layaknya resep.

Seberapa banyak komposisi nada yang diberikan, tergantung penyakit yang diderita. Komposisi nada ini ditakar, untuk bisa memicu semacam kemarahan, semangat atau ketenangan pada si pasien.

Musik dalam peradaban Islam bukanlah sesuatu yang baru, malah justru mengental bersama perkembangan ilmu pengetahuan.

Sekuno - kunonya musik klasik yang dapat di akses dalam konsep musik modern, adalah karya Johann Sebastian Bach tahun 1702 M itupun tetap menempel pada durr mufassal dan qanunnya musisi Islam. Tak mungkin lepas.

Masa itu, musik identik dengan budaya Arab dan menjadi bagian dalam peradaban Islam. Bisa jadi awal - awal musisi Barat memainkan musik klasik, bakal dicap masyarakatnya sebagai kaum "Mozarabic". Istilah buat mereka yang ke Arab - Araban.

Jadi, musik itu hanyalah pilihan bagi umat Islam. Bukan barang baru. Bagi yang mau mendengar ya monggo, bagi yang tak mau mendengarpun ya biasa saja.

Khilafiyah itu sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW dan para sahabat. Perbedaan itu malah menjadikan mozaik khazanah Islam semakin menawan. Oleh Rasulullah, para sahabat dilatih agar kaya akan bermacam hujjah (argumentasi).

Tak ada saling sindir ketika ada yang menutup kupingnya saat terdengar musik. Toleransi itu sangat kuat dalam ajaran Islam. Jangankan sesama kaum Muslimin. Kepada non Muslim, Islam memberi hak yang sama.

Sekiranya Al - Mausili dihidupkan kembali, ia pasti terkaget - kaget melihat dan mendengar musik di peradaban ini. Senandung mutiaranya   terlalu jauh dibawa keluar dari karakter umat Islam, menjalar ke ruang - ruang larangan sehingga tak salah Rasulullah SAW  mengkhawatirkan akibatnya kepada kaum muslimin. 

Aku sendiri sebenarnya termasuk dalam barisan yang tidak mengharamkan musik, tentu dengan sederet persyaratan. Namun beberapa tahun belakangan ini, justru  semakin jarang mendengarnya, kecuali di momen - momen tertentu bersama keluarga.

Kadang aku berhayal datang di zaman keemasan itu. Berada dalam mercusuar peradaban Islam. Menghidu wangi malam di sana. Bersamanya, berdua jelajahi setiap lekuk sudut jalanan, saat para penyair membanjiri negeri indah itu dengan  puisi - puisi cinta.

Jika terdengar tembang dari jauh, pastilah senandung dari mutiara - mutiara yang terurai, berdenting menaburi satu persatu anak tangga istana di puncak bukit.

Nada - nada indah itu semakin syahdu. Dan akupun ikut bersenandung, mengikuti turun naik harmoni  tangga nada Durr Mufassal. Merdu mengalun dari kebun mawar di kekhalifahan. Wallahu a'lam bishowab (*)

Geldrop, 16 Safar 1443 H.