Ia mengemukakan, berpijak pada permasalahan tersebut, Jaring Nusa menyerukan Resolusi Banda Naira 2024 untuk keadilan ruang pesisir, laut dan pulau kecil, khususnya bagi Kawasan Timur Indonesia.

Dalam menyerukan resolusi Banda Naira 2024 itu, tambah dia, mereka menyoroti soal krisis iklim, Pengelolaan Ruang Laut dan Hak Kelola Masyarakat, Kedaulatan Pangan, Air, dan Ekonomi Lokal, Industri Ekstraktif, Konservasi dan Perikanan yang berkelanjutan dan Ancaman bencana ekologis.

Pihaknya mengemukakan, dalam isu krisis iklim, Jaring Nusa menyerukan kepada pemerintahan baru untuk memastikan keselamatan masyarakat pesisir dan pulau kecil di kawasan Timur Indonesia dari dampak iklim.

Bagi mereka, pada saat yang sama, pemerintahan baru didesak untuk mengevaluasi berbagai peraturan perundangan serta regulasi dan kebijakan yang memperparah dampak krisis iklim.

"Dalam hal ini, dua UU yang perlu dievaluasi dan dicabut adalah UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pemerintahan baru wajib memahami bahwa kelompok masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan kelompok yang paling terdampak krisis iklim sejak lama sampai ke depan. Pada titik inilah Jaring Nusa mendesak Pemerintahan baru untuk memprioritaskan RUU Keadilan Iklim masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2025," ucapnya.

Exwar menandaskan, pemerintah saat ini sedang mempercepat integrasi tata ruang darat sebagaimana terdapat dalam RTRW, dengan tata ruang laut sebagaimana terdapat dalam RZWP3K.

Dalam hal ini, Jaring Nusa mendesak Pemerintahan baru untuk tidak menggunakan pendekatan sektoralisme terhadap masyarakat pesisir. Sebab, Jaring Nusa melihat bahwa masyarakat pesisir telah ada sebelum negara ini berdiri pada tahun 1945.

"Dengan demikian, berbagai instrumen hukum seharusnya disusun dan didesain untuk mengakui dan melindungi hak masyarakat pesisir dalam mengontrol dan mengelola sumber daya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Jaring Nusa juga mendesak pemerintah untuk mengevaluasi alokasi ruang yang selama ini ada dalam RZWP3K serta melakukan moratorium pembahasan integrasi tata ruang darat dan laut, sebelum memastikan hak-hak masyarakat pesisir masuk dan menjadi arus utama dalam perencanaan tata ruang," tandasnya.

Dikatakan, Jaring Nusa mendesak pemerintahan baru untuk memastikan kedaulatan pangan dan air, serta ekonomi lokal menjadi arus utama dalam agenda pembangunan di wilayah pesisir, laut dan pulau kecil di Kawasan Timur Indonesia.

"Jaring Nusa mendesak pemerintahan baru untuk mengevaluasi dan menghentikan beragam pembangunan yang selama ini merusak sumber-sumber pangan, sumber-sumber air, serta ekonomi lokal masyarakat pesisir. Dalam pembangunan nasional, Jaring Nusa melihat bahwa narasi pertumbuhan ekonomi yang menggunakan pendekatan agregat terbukti menghancurkan ekonomi lokal masyarakat pesisir. Oleh karena itu, ekonomi lokal yang berbasis pada prinsip kebersamaan dan kekeluargaan harus menjadi isu penting dalam ekonomi nasional. Poin ini sejalan mandat Pasal 33 UUD 1945," katanya. (*)

Editor : Redaksi