Sumber yang meminta namanya tidak dipublis itu menandaskan, pasir pantai yang digunakan itu harus memenuhi syarat butirannya dengan agregat halus yang bertahan pada nomor saringan berukuran 200.

"Salah satu syarat lainnya, kadar garamnya sudah dipisahkan dari pasir. Jadi kalau pasir pantai Gumumae, syarat butirannya tidak masuk, terlalu halus. Perlu diingat juga bahwa semen itu sifatnya mengikat, yang diikat itu agregat butiran, kalau terlalu halus maka semen tidak bisa mengikat dengan baik" jelasnya.

Dia juga menilai kerusakan yang bertubi-tubi pada proyek tersebut akibat dari perencanaan yang tidak matang, terutama pada pondasi yang tidak sesuai kebutuhan.

Menurutnya, kedalaman dan lebar pada proyek tidak sesuai. Pasalnya, kasus kerusakan proyek kata dia, berawal dari air menembus lewat pondasi, sehingga paving blok yang diletakkan berbentuk trotoar itu hancur dari titik semula alias terperosok.

"Ini terjadi karena pondasi tidak ideal. Dari pengamatan bisa diketahui, badannya menggantung dari level air terendah, makanya badan talud ikut guling" ujarnya.

Sumber beritabeta.com yang lain menjelaskan, dalam pelaksanaan proyek, Rencana Anggaran Pelaksanaan (RAP) menjadi acuan dasar perencanaan pelaksanaan sebuah proyek.

Dalam RAP itu lanjut dia, mencakup mulai dari pemilihan penyedia, pemilihan bahan material, sampai pengawasan tender agar berjalan sesuai dengan rancangan dan kesepakatan awal/kontrak.

"Sebenarnya pasir itu semua masuk RAB dengan harga yang ada di basic price. Tapi kalau penggunaan pasir pantai Gumumae itu lain cerita, dari segi daerah wisata tentu pengambilan pasir harusnya dilarang" ujar sumber (BB-AZ)