Benih unggul temuan Surono kini menjadi perbincangan. Bukan hanya di Lampung, juga seantero Indonesia. Meski demikian, kehidupan ekonomi Surono belum beranjak naik. Ia tetap saja seorang petani desa yang hidup penuh kesederhanaan. “Ibarat lukisan, saya ini lukisan abstrak, tidak jelas tapi mempunyai arti,” ujar Surono.

Protes Benih Impor

Menjadi penangkar padi adalah pekerjaan yang membutuhkan ketelitian dan ketekunan ekstra. Surono Danu membuktikan hal itu. Dia sudah bangun sejak pukul 02.00 untuk mengawasi bulir padi dan membuka serbuk sarinya.

Menjelang pukul 04.00, serbuk sari yang sudah terbuka itu kemudian dikawinkan. Alat pembuka serbuk sari hanyalah pinset. “Hanya itu alat yang saya gunakan,” kata Surono. Ini adalah proses yang terbilang rumit karena padi tidak boleh rusak. Kemudian sisa dari bulir padi yang tidak dikawinkan, harus dibuang.

Lalu, padi yang sudah dikawinkan itu ditutup plastik, dan diberi lubang untuk sirkulasi udara. Nah, pukul 06.30 adalah saat tanaman padi kawin. “Saya harus bangun lebih pagi agar tidak keduluan proses perkawinan padi secara alami,” kata ayah lima anak ini.

Setiap saat, Surono harus terus memantau setiap bulir padi yang telah dikawinkan untuk melihat tingkat keberhasilan proses perkawinan. Banyaknya bulir padi yang dikawinkan bergantung pada kecepatan sang penangkar. Dalam sehari bisa 10–20 bulir padi yang dikawinkan. Namun, kata Surono, dalam 10 ribu bulir yang berhasil paling hanya satu.

Langkah selanjutnya, padi hasil perkawinan itu diuji coba terus-menerus sehingga menghasilkan galur padi yang diinginkan. Jangan membayangkan Surono bekerja dalam sebuah laboratorium dengan fasilitas lengkap. Dia bahkan mengaku tidak punya lahan secuil pun untuk uji coba.