Soal ini, Dandim Agus Guwandi ketika dihubungi beritabeta.com melalui Whatsapp, menanggapi aksi tersebut dengan santai saja.

“Jabatan ini hanya amanah. Kalau waktu berganti juga akan terlaksana pergantian dan bukan karena demo. Masalah gunung botak itu punya pemerintah, TNI hanya backup Polri,"tegas Dandim Agus Guwandi.

Senada dengan Dandim, Kapolres Egia menegaskan, sudah berusaha maksimal untuk menjaga lokasi tambang yang masih ditutup untuk umum. "Bila ada masyarakat yang tidak puas, silakan di sampaikan keluhannya," saran Kapolres.

Ia menepis isu yang menyebut (Kapolres dan Dandim) membiarkan penambangan ilegal terjadi di dua lokasi tersebut.

"Pak (wartawan), bisa lihat sendiri lokasi yang harus dijaga seluas itu hanya dengan beberapa personil saja. Saya rasa anggota saya sudah sangat maksimal, dengan segala risiko bertugas di atas sana. Termasuk risiko diperiksa jika melakukan hal-hal yang mencederai nama baik institusi,” tegas Kapolres.

Benarkah tuduhan kelompok Irawan itu?  dua hari lalu, sejumlah wartawan (termasuk media ini), Kembali naik ke eks lokasi tambang ilegal. Dari pantauan langsung, baik di Gunung Botak maupun Gogorea masih dalam keadaan “mati suri”.

Konon “Lubang janda” yang sempat diberitakan oleh beberapa media online masih ramai dengan  aktifitas penambangan, tetap terlihat kosong, tidak ada aktivitas di sana.

Tampak di lokasi itu hanya ada bekas lubang-lubang galian yang telah lama ditimbun atau ditutup. Tidak ada aktifitas apapun di sana yang menunjukan adanya proses PETI.

Lalu melalui jalur extrim, wartawan beritabeta.com pun sempat menelusuri setiap sudut wilayah Gunung Botak. Ternyata tidak ada satu pun penambang maupun peralatan penambang, yang dijumpai di sana.

Salah satu warga yang berdomisili di sekitar tambang Gunung Botak, Tami mengakui, tidak ada aktivitas penambangan yang diijinkan oleh aparat keamanan.

Namun, ibu rumah tangga ini mengaungkapkan ada warga yang terus mencoba masuk untuk menambang. Namun upaya itu dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

“Iya benar, ada penambang yang masuk ke areal Gunung Botak, tetapi secara sembunyi-sembunyi. Aparat yang ada semua di sini sangat ketat. Tidak boleh masuk. Sementara kami hanya mencari sesuap nasi bukan mencari untuk menjadi kaya. Akhirnya, kami harus sembunyi-sembunyi,” keluh Tami.

Ditanya soal jalan masuk penambang yang terhindar dari pandangan mata aparat keamanan, Tami mengau sangat banyak jalan masuk untuk menuju lokasi tambang.

"Aparat hanya sedikit, areal tambang sangat besar (luas). Penambang akan masuk lewat jalur dimana tidak ada aparat keamanan disitu. Dan saat kehadiran penambang tertangkap mata aparat keamanan, maka penambang pasti secepatnya lari. Karena jika dikejar aparat juga belum tentu sampai dengan cepat, mengingat jarak dan kondisi jalan yang terjal,” jelasnya.

Tami berharap agar Pemerintah Daerah Kabupaten Buru dan Pemerintah Provinsi Maluku bisa secepatnya membuka lokasi tambang secara resmi agar tidak lagi ada “kucing-kucingan” dengan aparat keamanan, sehingga masyarakat tidak susah seperti sekarang.

“Untuk pemerintah tolonglah lihat kondisi kita. Kami minta tambang ini kembali di buka. Jangan kita main ‘kucing kucingan’ terus. Kami butuh uang. Anak saya sudah dua orang putus kuliah karena tambang tutup. sekarang sudah dekat puasa. Kami mau dapat uang dari mana. Tolong lah pak,” pinta Tami. ( BB-DUL)