Makanya, salah satu tujuan utama dari manajemen lalu lintas adalah berusaha untuk memisahkan pejalan kaki dari arus kendaraan bermotor, tanpa menimbulkan gangguan-gangguan yang besar terhadap aksesibilitas dengan pembangunan trotoar.

Jika dimaknai fungsi trotoar sesuai yang diinginkan di atas, maka sesungguhnya apa yang disediakan pemerintah di Kota Ambon saat ini masih jauh dari makna trotoar sebenarnya. 

Alasannya, aksesibilitas tidak terganggu dengan lalu lintas, tapi dengan failitas yang disediakan itu sendiri.

Insiden trotoar ala dodeso yang sudah berulang memakan korban ini,  harusnya tidak lagi menjadi bahan gunjingan publik dan kajian pemerintah daerah. Sebab, dari sisi keamanan bahkan kenyamanan, kondisinya sudah tidak layak lagi dipertahankan.

Sudah jauh dari apa yang menjadi tujuan utama kehadiran trotoar itu sendiri. Sebagai warga negara yang taat hukum, kita memang kerap dihadapkan dengan dilema dalam menyikapi sebuah persoalan.

Diam menerima kenyataan,  itu sama artinya membiarkan kelemahan dan kurangan dari hasil pembangunan itu perlahan menjadi momok yang menakutkan bagi warga. 

Beraksi berlebihan akan lebih mudah divonis  melanggar hukum yang siap menjerat. Lalu seperti apa sikap kita sebagai warga? Tentu harus bersuara lantang agar tuan-tuan berdasi bisa mendengar jeritan warganya yang terus dihantui trotoar dodeso itu. 

Bila kita mau menoleh ke belakangan dan belajar sejarah di zaman dulu, harusnya orang Maluku di tanahnya sendiri [terutama pemerintah daerah] tidak boleh lalai dalam merancang sebuah konsep infrastruktur yang diperuntukkan bagi masyarakat di daerah ini. Apalagi itu terkait dengan kepentingan publik.

Apa alasannya? Maluku ini dulu dikenal, karena telah melahirkan Founding Fathers. Salah satunya adalah tokoh di bidang pembangunan [infratrukturs] di zaman penjajahan Belanda yakni Martinus Putuhena. Karena kecerdasannya Putuhena menjadi Menteri Pekerjaan Umum di zaman revolusi. Bahkan jabatan itu dipegang dalam tiga kabinet.

Dari tangan dan pikiran Putuhena, kita kini mengenal Kota Yogyakarta dengan segala keindahannya itu. Putra Maluku inilah yang menjadi pencetus dasar pembangunan tempat dimana Kampus Universitas Gadja Mada pertama kali didirikan disana.