Urgensi Puasa bagi Imunitas di Masa Pandemi
Oleh : Yuhansyah Nurfauzi (Apoteker dan peneliti di bidang farmasi; pesilat Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa)
Sudah dua tahun berturut-turut bulan Ramadhan berpapasan dengan pandemi Covid-19. Pada Bulan Ramadhan, umat Islam menjalankan puasa wajib selama sebulan penuh.
Dalam situasi pandemi, kewajiban tersebut tetap dilaksanakan dengan penuh keimanan. Namun, adanya pengurangan frekuensi makan saat puasa di tengah upaya untuk menjaga agar tidak terkena penyakit menular seringkali menimbulkan pertanyaan.
Mungkinkah daya tahan tubuh akan tetap terjaga dengan berkurangnya makanan saat puasa Ramadhan atau puasa lainnya? Para dokter atau ahli kesehatan sejak zaman dahulu telah menyarankan untuk mengurangi makan sebagai salah satu upaya kesehatan, termasuk di kala wabah terjadi.
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya Badzlul Ma‘un fi Fadhlit Tha‘un dengan mengutip pendapat para dokter menulis sebagai berikut:
“Anjuran para dokter atau ahli kesehatan yang hendaknya ditaati pada masa wabah di antaranya seperti mengeluarkan sisa makanan basah yang berlebihan dan mengurangi makan.” (Al-Asqalani, Badzlul Ma‘un fi Fadhlit Tha‘un, Riyadh:
Darul Ashimah, tanpa tahun, h. 340) Ternyata Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani tidak menyatakan hal tersebut sebagai pendapat dari ijtihad pribadinya, melainkan mengutip dari pakar di bidang kesehatan.
Mengurangi makan yang dimaksud adalah mengendalikan diri agar tidak berlebih-lebihan dalam makan. Meskipun tidak berlebihan, nilai nutrisi yang terkandung dalam makanan yang dimakan tetap harus bisa mempertahankan kesehatan di masa pandemi.
Puasa Ramadhan maupun puasa yang lain sangat relevan dengan upaya mengurangi makan dalam konteks menjaga kesehatan. Ketika berpuasa, umat Islam menahan lapar sebagai bagian dari upaya yang sungguh-sungguh atau mujahadah dalam beribadah.
Menahan lapar ternyata bermanfaat sebagai obat. Obat yang dimaksud dalam hal ini adalah obat untuk mencegah berbagai macam penyakit. Mengenai menahan lapar yang bermanfaat untuk mencegah penyakit, seorang dokter/tabib Arab yang terkenal, Harits ibn Khaladah, suatu ketika ditanya:
“Apakah obat yang paling baik itu?” Dia menjawab, “Kebutuhan-yakni, rasa lapar.” Ketika dia ditanya: “Apakah penyakit itu?” Dia menjawab, “Bertumpuk-tumpuknya makanan dalam perut.” (Al-Hafidz Adz-Dzahabi, Thibbun Nabawi, Beirut: Dar Ihyaul Ulum, 1990, h. 37)
Selain menahan diri, puasa juga mengajarkan umat Islam agar tidak makan berlebihan. Al- Hafidz Adz-Dzahabi dalam kitabnya, Thibbun Nabawi mengutip sebuah hadits yang terkait.