Wakil Rakyat di Malteng, Sesekali Menangislah..!

Kamis petang, 12 Agustus 2021, seorang teman mengirim pesan singkat melalui jejaring media sosial WhatsApp. Isinya berupa potongan video orang -orang yang sedang berteriak dan saling dorong. Tanpa penjelasan panjang. Teman tadi menulis “Lagi viral bos, ricuh di DPRD Maluku Tengah,”.
Sontak rasa kepo akan peristiwa itu pun datang. Tanpa lama-lama, kami pun saling membalas pesan lewat WhatsApp.
Teman tadi lalu memberi penjelasan singkat soal perihal kejadian tersebut. Katanya hanya karena soal memotong pembicaraan, kemudian terjadilah ricuh.
Hanya sampai disitu penjelasannya. Tanpa tahu siapa aktor di balik kericuhan itu, dan apa yang menjadi bahasan di ruang sidang terhormat. Video yang dikirim pun hanya berisi potongan peristiwa.
Dimana tampak beberapa orang berjas dan berkemeja lengan panjang tampil necis saling dorong dan melontarkan kalimat-kalimat kasar. Pesan-pesan lanjutan ke teman tadi sudah tidak terbalas. Padahal, jawabannya sangat penting sebagai bahan berita.
Hanya sepintas setelah obrolan itu usai, di dinding facebook sudah ramai dibahas. Ternyata ada anggota DPRD yang ngamuk karena pembicaraannya dipotong oleh pimpinan sidang. Seketika ruang sidang itu menjadi gaduh.
Soal ribut di gedung wakil rakyat memang tak lagi menjadi hal yang unik. Kasus serupa sudah banyak terjadi di tanah air. Lembaga legislatif memang demikian.
Lembaga ini dibentuk untuk berkumpulnya para politisi. Mereka wakil rakyat, harus setia duduk berembuk, bicara dan membahas ragam dinamika yang terjadi di tengah masyarakat.
Itulah sebabnya lembaga legislatif juga disebut Parlemen. Istilah yang diambil dari Bahasa Inggris. Berasal dari Anglo-Norman pada abad ke-14, asal katanya dari ‘parler’ yang berarti "untuk berbicara". Maka ruang, uang dan waktu bagi mereka yang duduk di Parlemen selalu ada.
Tentu tak salah jika ada yang ribut-ribut karena mempertahankan argument. Asalkan perdebatan dan situasi yang terjadi masih pada koridor norma dan kaidah yang dihendaki dalam tatib.
Sepanjang itu untuk kepentingan rakyat, maka dinamika di gedung Perlemen patut diapresiasi, karena ada roh -roh yang hidup di sana.
Drama di paripurna DPRD Maluku Tengah itu sudah menjadi viral di media sosial. Namun, belum ada keterangan resmi, ikhwal rinci yang menyebabkan wakil rakyat di bumi Pamahanunusa itu begitu geram hingga saling kejar.
Mereka terlihat tak kuasa menahan emosi. Apa hanya sekedar dipotong pembicaraan, ataukah ada yang lebih penting dari moment itu?
Terlepas dari subtansi yang memicu kericuhan itu, namun sejatinya, rakyat Maluku Tengah sudah rindu akan hadir sosok seperti Jimmy Demianus Ijie.
Wakil rakyat asal Papua Barat yang aksinya pernah viral. Jimmy membuat Paripurna ke-2 MPR yang dihelat Rabu 2 Oktober 2019 menjadi hening.
Tangisnya tak mampu ditahan. Kata demi kata keluar dari mulutnya meminta keadilan dari para wakil rakyat. Ia mengungkap derita rakyat Papua dan didengar seantero nusantara.
Jimmy geram. Agenda rapat paripurna untuk mengesahkan jadwal acara sidang dan membentuk fraksi-fraksi serta kelompok Dewan Pimpinan Daerah (DPD) jadi perdebatan.
Lantaran tidak hadirnya anggota MPR tertua saat rapat. Sabam Sirait selaku anggota MPR tertua berhalangan hadir karena alasan kesehatan. Hanya Hillary Brigitta Lasut, anggota MPR Fraksi Nasdem termuda yang hadir saat itu.
Hillary kemudian berinisiatif untuk menggantikan posisi Sabam dengan Abdul Wahab Dalimunte selaku anggota MPR yang usianya di bawah Sabam.
Keputusan Hillary memantik banyak tentangan dari anggota MPR yang hadir.
Suasana menjadi tak terkendali dan memanas, karena banyak anggota yang menginterupsi. Jimmy Demianus Ijie yang tak tahan melihat suasana itu akhirnya mengepalkan tangan dan menyampaikan interupsi.
"Pimpinan, saya melihat kita ini sedang memperlihatkan sandiwara yang tidak lucu, hanya berebut soal kursi kekuasaan di lembaga ini," ungkap Jimmy.
"Kita tidak memperlihatkan sense of crisis kita, pada persoalan kemanusiaan yang luar biasa, yang terjadi di Papua," imbuhnya, sambil terisak.
Jimmy yang menangis sesenggukan bahkan sampai tak bisa mengeluarkan kata-kata, dan berhenti bicara sejenak.
Jimmy merasa prihatin dengan nasib para pengungsi di tanah kelahirannya. Sementara orang di Papua membutuhkan kehadiran lembaga negara untuk menyelesaikan masalah mereka.
Untuk kedua kalinya Jimmy menghentikan pembicaraannya karena terisak. Putra Papua ini bahkan menuntut pemilihan ketua MPR dipercepat, agar segera melihat program ketua MPR yang baru.
Wakil rakyat memang seharusnya merakyat. Sebab mereka yang terpilih karena dipercaya mampu menjalankan tugas menyuarakan nasib rakyat.
Di Malteng bukan tak ada sosok setara Jimmy. Hanya saja publik jarang disuguhi kiprah wakil rakyat yang acap kali menyuarakan kepentingan rakyat.
Pendeknya, banyak sikap negatif menjadi viral dipertontonkan. Sedangkan sikap membela konstituen nyaris tak terdengar di ruang-ruang publik.
Ketika gempa mengguncang sebagian Pulau Ambon, Malteng dan Seram Bagian Barat September 2019 silam, nyaris tak ada suara-suara wakil rakyat yang tampil mentereng itu.
Tak ada suara lantang yang meminta warga korban gempa itu diperhatikan. Padahal, Negeri Liang, Waai, Tulehu dan Suli di Kecamatan Salahutu sebagain warganya terpaksa hidup di tenda-tenda.
Begitu pun yang terjadi pada Rabu 16 Juni 2021. Ketika gempa bermagnitudo 6,1 memaksa masyarakat di Kecamatan Tehoru dan Teluti menginap di hutan.
Ada sebanyak 7.227 warga di Kecamatan Tehoru dan Teluti mengungsi di 17 titik lokasi pengungsian. 650 warga diantaranya adalah bayi. Ada pula sebanyak 1000 anak berusia 6-12 tahun yang terpaksa ikut mengungsi.
Kenapa anggota dewan terhormat tidak saling dorong, maki-maki dan membuat gaduh di ruang sidang? Harusnya ini yang diharapkan terjadi.
Ketika pihak eksekutif lamban bereaksi, maka sikap itu dapat ditunjukkan. Publik tentu merasa bangga, kita punya wakil, kita punya orang dan kita punya penyambung lidah.
Ini persoalan marwah lembaga terhormat. Jika hanya ribut tak berimbas pada kebijakan dan kepentingan publik, maka serasa terlalu enteng.
Sebab, seabrek aturan ada disana. Mulai dari tatib pimpinan dan anggota sampai protokol, semua diatur. Dari sisi fungsi, tugas dan asas pun telah diatur.
Ada Legislasi, Anggaran dan juga Pengawasan. Mereka juga menganut asas kolektif kolegial yakni keputusan yang diambil mewakili semua yang ada di lembaga itu.
Maka pantasnya, wakil-wakil rakyat itu hanya boleh marah bila kepentingan rakyat diabaikan. Sesekali menangislah seperti Jimmy Demianus Ijie untuk rakyat Maluku Tengah.
Sikap Jimmy itu mulia di sidang terhormat. Dia menangis sesenggukan karena merasa berdosa bila tak dapat menjalankan tugasnya. Pantas saja Papua terus menjadi perhatian negara. Mereka lantang bersuara di Parlemen, meski dengan cara apapun, termasuk menangis.
Maka sesekali, wakil rakyat terhormat di Maluku Tengah menagislah demi rakyat, agar amanah yang diemban tak jadi dosa di hari kemudian (*)