Danny menambahkan, kegiatan pelepasliaran satwa merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh BKSDA Maluku dalam mendukung Role Model Penanganan Jaringan Peredaran TSL Ilegal di Kepulauan Maluku.

Setelah kegiatan pelepasliaran, satwa-satwa tersebut akan terus dimonitoring kondisi dan keberadaannya oleh petugas selama 3 (tiga) hari ke depan untuk memastikan satwa-satwa tersebut dapat survive dan bertahan hidup di habitat barunya.

Sebagai informasi bahwa kakatua maluku (Cacatua moluccensis), nuri maluku (Eos bornea) dan kura-kura ambon (Cuora amboinensis) adalah satwa liar yang statusnya dilindungi undang-undang dan merupakan salah satu jenis satwa endemik Kepulauan Maluku dengan penyebaran alaminya berada di wilayah Pulau Ambon, Pulau Buru dan Pulau Seram Provinsi Maluku.

Dipilihnya Suaka Alam Gunung Sahuwai, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku sebagai lokasi pelepasliaran satwa dikarenakan kawasan konservasi tersebut merupakan salah satu habitat asli dari satwa-satwa yang dilepasliarkan.

Selain itu kondisi hutan yang sangat luas dan masih terjaga kelestariannya dengan jumlah pohon dan sumber pakan yang melimpah menjadikan lokasi tersebut sangat cocok dan aman untuk dijadikan lokasi pelapasliara satwa.

Juga ditunjang keaktifan BKSDA Maluku dalam kegiatan sosialisasi, kemitraan konservasi dan program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan di Desa Waesala, Kecamatan Huamual Belakang membuat pemerintah daerah dan masyarakat sangat mendukung Balai KSDA Maluku dalam menjaga kelestarian tumbuhan dan satwa liar khususnya satwa liar yang ada di wilayah Pulau Seram.

“Dengan dilakukan pelepasliaran satwa endemik Kepulauan Maluku di wilayah ini akan menjadi contoh kepada masyarakat untuk turut serta menjaga sumber daya alam (SDA) khususnya satwa endemik Pulau Seram agar tidak punah dari habitat aslinya,” tutup Danny (*)

Editor : Redaksi