81 Kades di Bursel Dibidik Polisi, Ada Dugaan Korupsi Dana Desa
BERITABETA.COM, Namlea – Sebanyak 81 kepala desa (Kades) di Kabupaten Buru Selatan (Bursel) menjadi target pemeriksaan pihak Polres Pulau Buru. Mereka diduga terlibat dalam belanja paket bantuan penanggulangan tanggap darurat Covid 19 dari CV Tarana Jaya Mandiri dengan nilai Rp.4,05 miliar.
Polres Pulau Buru memastikan secara marathon akan memeriksa 81 Kades tersebut terkait penggunaan Dana Desa (DD) sebesar Rp. Rp.50 juta per desa yang disetor ke pihak ketiga.
Selain itu, ada pula setoran tunai dari Aloksai Dana Desa (ADD) yang langsung kepada Dinas BPMD Kabupaten Bursel dengan nilai variatif antara Rp.49 juta s/d Rp.59 juta per desa yang bila dijumlahkan juga mencapai Rp.4 miliar lebih.
Kepolres Pulau Buru, AKBP Egia Febri Kusumawiatmaja kepada wartawan di ruang kerjanya mengatakan, kasus ini masih dalam penyelidikan dan ditangani secara serius dengan meminta keterangan kepada para kades.
"Sudah 17 Kades yang dimintai keterangan,"ungkap Egia Febri di Namlea, Selasa siang (08/06/2021).
Menurut Egia, ke-81 kades ini akan dimintai keterangan secara marathon. Setiap Minggu ada kades yang dipanggil untuk dimintai keterangan sehingga tuntas menjangkau 81 kades.
Sedangkan Kasat Reskrim, Iptu Handry Dwi Ashari menambahkan, untuk mempermudah Tipikor memintai keterangan, pemanggilan kades di lakukan per kecamatan. Diawali dengan para kades di Kecamatan Namrole.
"Minggu ini lanjut pemeriksaan seluruh kades di Kecamatan Kepala Madan,"imbuh Iptu Hendri Dwi Ashari.
Kepala Dinas BPMD Bursel, Umar Mahulete dan lainnya baru akan dimintai keterangan setelah tuntas diperiksa 81 Kades.
"Kadis BPMD sendiri kita belum sampai ke sana. Rencana kita, setelah 81 kades diambil keterangan baru kita lakukan pemeriksaan terhadap yang bersangkutan,"tegas Egia Febri.
Egia mengakui kasus ini tergolong besar yang sedang ditangani Polres Pulau Buru. Polisi melakukan penyelidikan setelah ada laporan dari masyarakat.
"Ini kita masih terus minta keterangan dahulu, belum bisa kita simpulkan apa-apa,"tutur Egia Febri.
Polisi masih, kata dia, perlu menggali informasi lebih banyak, terutama dari para Kades. Dari keterangan 81 Kades, baru polisi menyimpulkan kasus ini seperti apa.
"Kami belum bisa mengambil kesimpulan untuk menindaklanjuti dari penyelidikan menjadi penyidikan sebelum selesai memeriksa 81 kades," aku Egia Febri.
Kapolres dan jajarannya terus menggali dan mendalami masalah ini, karena terbukti ada dugaan monopoli di praktek belanja pengadaan tersebut yang diwajibkan para kades beli dari CV Tarana Jaya Mandiri.
Dari praktek monopoli tersebut, terungkap pula ada dugaan pemahalan harga barang untuk seluruh item belanja. Beberapa orang dekat kades di Buru Selatan mengungkapkan kepada awak media, kalau para kades wajib belanjajan Rp.50 juta per desa dari CV TJM.
Atas perintah Umar Mahulete, mereka wajib transfer ke rekening perusahan CV TJM. Terjadi pemahalan dimana-mana. Salah satunya alat fogging buatan Cina Longray TS35A standar WHO yang harga pasarannya hanya Rp.5 juta per unit, wajib dibeli dari oleh CV TJM seharga Rp.22 juta.
Dari item pemahalan harga fogging itu, CV Tarana Jaya Mandiri meraup keuntungan berlipat ganda sampai mencapai Rp 1 miliar lebih.
Demikian juga terjadi pemahalan harga handzanititer cair yang di pasaran, dilego Rp.100 ribu dan termahal Rp.199 ribu per galon, oleh perusahan CV TJM dilepas ke desa-desa dengan harga Rp.2,7 juta untuk 3 galon atau Rp.900 ribu per galon.
Kemudian dispenser hand zaniteser cair yang seharga Rp.20 ribu per buah dimahalkan menjadi Rp. 1 juta untuk lima buah atau Rp.200 ribu per buah.
Sodium Hydroclorite atau kaporit cair (NaOCl) yang harga pasaran tertinggi hanya Rp.85 ribu ukuran 5 liter, dimahalkan menjadi Rp.1,56 juta per 3 unit galon atau Rp.520 ribu per galon.
Pemahalan lainnya terjadi pula di thermometer gun atau pendeteksi suhu tubuh dengan harga standar di pasaran hanya Rp.300 ribu per unit dinanipulasi menjadi Rp.3 juta per unit.
Kemudian alat penyemprot kuman yang di pasaran harga di kisaran Rp.400 ribuan per unit dimahlkan menjadi Rp.5,24 juta per 2 unit atau Rp. 2,62 juta per unit.
Masker dispro yang di pasaran hanya Rp.75 ribu per box, dimahalkan juga menjadi Rp.400 per box dan wajib dibayar 5 box untuk setiap desa. Terakhir harga tong air yang nilainya kurang dari dua jutaan per unit, ikut dimakahkan menjadi Rp.5 juta per unit.
Hanya di perlengkapan coveral complete yang harganya cukup wajar Rp.2,85 juta per unit. Tiap desa wajib belanjakan dua unit seharga Rp.5,7 juta.
Ini belum termasuk setoran ADD dalam bentuk uang kontan langsung ke Dinas BPMD yang tidak jelas digunakan untuk apa.
Menanggapi lebih jauh masalah tersebut, Kapolres Egia Febri mengatakan, pihaknya masih terus menggali informasi dari seluruh kades agar tuntas.
Soal dugaan keterlibatan bukan hanya Kadis BPMD, Umat Mahulete. Egia Febri mengatakan tergantung hasil penyelidikan nanti.
"Nanti setelah selesai periksa 81 Kades nanti akan saya sampaikan progres kemajuan pemyelidikan dugaan kasus korupsi ini kepada teman-teman wartawan,"janji Egia Febri.
Egia Febri menambahkan dalam penanganan kasus-kasus korupsi, polisi punya visi yang sama dengan kejaksaan, bahwa pengembalian kerugian negara itu tidak kalah penting disamping pemidanaan kepada para pelakunya.
"Pengembalian kerugian negara juga lebih diutamakan sehingga uang negara yang dicuri itu bisa kembali. Ini dalam konteks penanganan korupsi yang ditangani polisi," tandas Egia Febri (BB-DUL)