yang berasal dari Pelajar Islam Indonesia (PII) Wilayah Maluku Besar. Ketika itu, banyak kader PII yang dikenal dalam kegiatan Perkampungan Kerja Pelajar (PKP). Selain aktivis dari PII, juga terdapat sejumlah rekan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (LAKPESDAM) Nahdatul Ulama (NU).

Dari kawasan Masjid Raya Alfatah Ambon itulah, Abdulgani bersama enam aktivis lain mempelopori kelahiran sebuah LSM yang kemudian diberi nama Yayasan Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat (YPPM) Maluku. Selain Abdulgani, terdapat enam aktivis yang memberikan andil atas kelahian pergerakan YPPM ini. Mereka adalah Hilda Rolobessy (aktivis perempuan), Amir Kotaromalos (Dosen Fisip Unpatti), Fahmi

Salatalohy (Dosen Fakultas Ushuluddin dan Dakwah IAIN Ambon), Mas’ud Asseldan (Kepala Kantor Urusan Agama, Kecamatan Taniwel, Kabupaten Seram Bagia Barat), Nur Tunny (Staf Administrasi IAIN Ambon) serta Kiki Zakia Samal (Aktivis Youth Ambassador for Peace). Tujuh aktivis ini kemudian menggelar rapat dan menunjuk Abdulgani sebagai Direktur YPPM Maluku.

Keberadaan yayasan ini dilatari dengan situasi dan kondisi yang begitu rumit terjadi di tengah masyarakat. Salah satu dampak tragis yang timbul dari konflik Maluku 1999 itu adalah wilayah pemukiman masyarakat Maluku terpecah berdasarkan komunitas, dengan segregasi wilayah yang begitu nyata.

Fakta dari dampak itu telah menimbulkan efek domino yang sangat buruk. Ketujuh tokoh muda Maluku bergegas membantu setiap warga yang menjadi korban dari konflik saat itu. Bekerja sukarela, membantu dan membantu warga korban konflik saban hari dilakukan. Mulai dari merawat pasien hingga berperan ganda sebagai tenaga medis.

“Saat itu jika ada korban yang baru dievakuasi ke rumah sakit, kami pun ikut membantu menjadi tenaga medis,” kenang dia.

Setelah YPPM berdiri, maka pada Desember 1999, sebagai LSM lokal, YPPM kemudian dipercaya menjadi salah satu LSM lokal yang bekerja sama dengan Yayasan KEHATI. Sebuah Non Government Organisation (NGO) yang bergerak di bidang pelestarian lingkungan, yang didirikan oleh Emil Salim,

Koesnadi Hardjasoemantri, Ismid Hadad, Erna Witoelar, Program kerja sama ini bernama Community Recovery Program (CRP), yang ikut ambil bagian dalam membantu korban pengungsi di Maluku.

Dalam sebuah kunjungan bersama rekan-rekan staf YPPM

YPPM yang dipimpin Abdulgani, kemudian bertugas melakukan kegiatan pendidikan alternatif untuk siswa-siswi yang tidak bisa belajar pada sekolah induknya serta menyalurkan bantuan berupa sembilan bahan pokok (sembako) kepada sejumlah warga pengungsi pada dua komunitas.