Politik identitas berbasis agama yang digunakan dalam kampanye politik juga akan menciptakan jurang pemisah antar kelompok umat beragama di Indonesia. Kuatnya tekanan dari kelompok agama radikal di Indonesia secara tidak langsung akan memberikan dampak buruk bagi pemeluk agama yang lain. Pemeluk agama minoritas akan merasa didiskriminasi, sehingga akan memunculkan perpecahan antar umat beragama. Belajar dari pengalaman pemilu serentak 2019, tidak menutup kemungkinan bahwa isu-isu itu akan kembali muncul dalam pemilu tahun 2024 mendatang. Peristiwa yang lalu memiliki kesempatan besar untuk terus digaungkan oleh kelompok radikal demi keuntungan pribadi.

Kondisi aktual kehidupan politik kebangsaan saat ini telah mendorong kesadaran semua pihak untuk melakukan upaya nyata, penegasan dan peningkatan pemahaman kembali nilai-nilai kebhinekkaan dalam bingkai Pancasila sebagai dasar Negara, karena berdasarkan sejarah bangsa Indonesia telah terbukti bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia yang memberikan kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia.

Bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar, bangsa yang plural, dan bangsa yang memiliki kemampuan serta daya tahan untuk menjaga keharmonisan dalam keberagaman suku, bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama melalui semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

Dialektika tentang komitmen dasar berbangsa yang satu telah dilakukan secara elegan melalui pendekatan rasionalitas dan emosionalitas, bahkan spiritualitas (kajian dan perenungan agama melalui ritualitas para ulama dan agamawan) bersama-sama para pemikir dan pejuang kemerdekaan.

Keanekaragaman identitas suku bangsa, etnis, agama, hingga adat istiadat, adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa, namun bisa menjadi potensi persoalan jika perbedaan di dalamnya tidak berhasil dikanalisasi dalam satu prinsip dasar kebangsaan yang mampu menjadi pijakan hidup bersama dalam suatu negara bangsa yaitu NKRI (Indonesia untuk semua).

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa digali dari nilai-nilai luhur kebangsaan yang hidup, tumbuh dan berkembang pada akar kebudayaan suku suku bangsa yang mendiami Nusantara dan telah disepakati menjadi pondasi dasar berdirinya NKRI.

Pancasila merupakan dialektika dari sistem dan konsep kebangsaan yang ada dalam sejarah dunia (demokrasi ala barat “liberalisme”, negara agama, monarki, juga sosialisme).

Semua harus merasa memiliki Pancasila, tidak ada skat-skat SARA, dukungan politik, bahkan dalam posisi sebagai “pengusa” (rezim pemerintahan) pun bukan lagi penafsir tunggal atas Pancasila. Politik identitas seharusnya dapat dilebur menjadi politik kebangsaan, politik negara yang tidak lagi mengedepankan egoisme sektoral, egoisme kelompok, egoisme partikularistik karena politik kebangsaan, politik kenegaraan, dan politik nasionalisme yang berdasarkan Pancasila sebagai ideologi negara merupakan pengejawantahan dari politik kebhinnekaan yang didalamnya terikat keragaman tapi untuk kesatuan.