Keberhasilan KPU dalam memberikan sosialisasi soal hari pencoblosan 9 Desember 2020, juga diakui publik. Sebab KPU sebelumnya menetapakan hari pencoblosan 23 September 2020, namun  karena penundaan tahapan Pemilihan akibat Covid-19, sehingga jadwa pencoblosan digeser dari 23 September 2020 menjadi 9 Desember 2020.

Dalam enam kali survei tren angka pengetahuan pemilih soal hari pencoblosan  terus meningkat secara periodik,  dari  64 % pada September 2020 menjadi 87 % pada Desember 2020.

Dari 87 % pemilih yang tahu hari pencoblosan itu, sebanyak 76 % datang ke TPS menggunakan hak pilih. Menariknya dari 24 % (=100 %)  pemilih tidak menggunakan hak pilih di 9 Desember 2020, dengan  alasan tidak berada di tempat (42 %) lebih tinggi dari pemilih yang khawatir tertular atau menularkan Covid-19 (24 %). Hanya sebanyak 4 % pemilih yang tidak memilih, karena apatisme terhadap kesungguhan calon, dan 2 % yang memandang Pemilihan tidak penting (terhadap hidup mereka dan kemajuan daerah).

Angka partisipasi pemilih tersebut di beberapa  daerah, lebih tinggi dari rata-rata nasoinal. Dari 4 daerah yang menyelenggara Pemilihan di Maluku,  misalnya  tiga diantaranya angka partisipasinya cukup signifikan. Angka partisipasi tertinggi di Kabupaten MBD  dengan 87,1 %, disusul  Bursel  (83,11), Kepulauan Aru 79,68 % dan terakhir Seram Bagian Timur 66,2 %.

Kestabilan pemungutan juga berjalan baik, dengan tidak banyak rekomendasi pemungutan suara ulang dari 988 TPS di 4 kabupaten.  Dari catatan kami,  terdapat 3 TPS yang direkomendasi PSU, yakni 1 TPS di Kabupaten Kepulauan Aru dan 2 TPS di Kabupaten Seram bagian Timur.

Namun hanya 2 TPS yang memenuhi unsur PSU dalam Pasal 112 UU 1/2015 jo. Pasal 59 PKPU 8/2018, sehingga telah ditindaklanjuti dengan meyelenggarakan PSU pada 2 TPS di Desa Lalasa, Pulau Panjang, Kabupaten Seram Bagian Timur.

Dengan fakta-fakta demikian,  tidak  heran survei MSRC menemukan  sebanyak 86 % pemilih percaya Pemilihan 2020  berjalan jujur dan adil. Angka ini berkorelasi dengan tingginya tingkat kepuasan pemilih sebanyak 83 %.  Angka kepercayaan dan kepuasan pemilih tersebut, lebih tinggi dari angka partisipasi pemilih sebanyak 76 %.

Artinya persepsi kepercayaan dan  kepuasan  pemilih, tidak hanya diberikan oleh pemilih  yang menggunakan hak pilih, namun juga pemilih yang tidak menggunakan hak pilih.

Ini menunjukkan  dari 24 % pemilih yang tidak menggunakan hak pilih di TPS,  sebanyak 10 % percaya pemilih percaya Pemilihan  berlangsung jurdil dan 7 % diantaranya puas dengan hasil Pemilihan.  Sehingga karenanya  kepercayaan pemilih sebanyak 86 % dan kepuasan pemilih sebanyak 83 % tersebut, mematahkan pesimisme publik bahwa Pemilihan di era pandemi, dapat mengakibatkan merosotnya angka partisipasi pemilih.