Beri Pesan Rindu, Warga Iha Bentangkan Bendera Merah Putih Sepanjang 23 Meter
BERITABETA.COM, Ambon – Puluhan warga asal Negeri Iha, Kecamatan Saparua Timur, Maluku Tengah (Malteng), rame-rema pulang ke tanah lelulur di Kecamatan Saparua Timur merayakan HUT Proklamasi RI 17 Agustus 2023.
Program pulang kampung yang digagas Komunitas Peduli Negeri Iha (KOMPI) sekaligus digunakan sebagai momentum melepas rindu di kampung halaman yang sudah lama ditinggalkan.
Kegiatan ini juga disertai dengan aksi membentangkan bendera Merah Putih sepanjang 23 meter dengan tinggi 2 meter di bukit Ama Iha. Ukuran 23 meter pada bendera ini memberi makna angka 23 sebagai jumlah tahun warga Iha eksodus di negeri asalnya pasca konflik komunal terjadi.
“Bendera dengan panjang 23 meter ini, juga sebagai symbol yang bermakna sudah 23 tahun negeri kami ditinggalkan warganya. Dan posisinya berada di atas bukit Ama Iha, juga sebagai symbol bahwa kami anak cucuk negeri Iha selalu ingat leluhur kami yang dulu berkuasa dan menetap di bukit Ama Iha,” ungkap Sekretaris KOMPI Ghali Hatal kepada media ini via telepon selulernya, Kamis (17/8/2023).
Ghali mengatakan, warga Iha yang kini ikut pulang ke Saparua Timur dalam kegiatan ini, sebagian besarnya menetap di Dusun Iha, Negeri Liang, Kecamatan Salahutu dan juga dari Kota Masohi.
Puluhan warga Iha ini juga sekaligus mengikuti Upacara HUT Proklami 17 Agustus yang dipusatkan di Rumah Singgah Negeri Iha, dengan Inspektur Upacara Kepala Kecamatan Saparua Timur, Halid Pattisahusiwa, S. Sos dan dihadiri para Musyawarah Pimpinan Kecamatan (Muspika) Saparua Timur dan juga para Latupati (Raja-raja), tokoh agama dan adat.
Menurut Ghali program pulang kampung yang digagas pihaknya ini dilakukan, menyusul dengan makin matangnya rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malteng untuk kembali membangun sejumlah infrastruktur di negeri Iha, termasuk pemukiman warga Iha.
“Jadi ini semacam kegiatan melepas rindu yang bermakna positif bagi generasi Iha saat ini. Kami ingin memberikan pesan moral bahwa tanah leluhur ini jangan sampai dibiarkan ‘mati’ karena tidak digubris para pewarisnya,” sentil Ghali.