Ia mengatakan, penyidik belum bisa terburu-buru menetapkan tersangka, sebab ada beberapa alat bukti yang harus dikumpulkan oleh tim penyidik.

"Seperti keterangan mengenai jumlah kerugian keuangan negara. Memang dalam hasil penyelidikan sebelumnya ada temuan kerugian negara kurang lebih Rp.560 juta dari total dana desa Rp.2,1 miliar," ungkapnya.

Menurut dia, dugaan praktik penyelewengan DD/ADD Skikilale Tahun Anggaran 2019 nilai kerugian keuangan negara cukup besar. Sehingga, pada 24 Maret 2021, Kejari Buru telah memanggil beberapa orang saksi, termasuk calon tersangka untuk diperiksa.

Kajari Buru ini menjamin pemanggilan para pihak terkait tetap dilakukan secara layak. Dan mereka yang dipanggil telah menerima surat pada tiga hari kerja sebelum diperiksa oleh jaksa penyidik. "Setelah naik penyidikan, pada Selasa akan ada pemeriksaan,”bebernya.

Dalam pemeriksaan nanti, lanjut Muhtadi, tidak semua yang sudah pernah diperiksa di tingkat penyelidikan akan dimintai keterangan lagi. Hanya saksi tertentu saja yang membantu penyidik mendapat alat bukti signifikan yang akan diperiksa.

"Calon tersangka akan dimintai ulang keterangannya. Karena ada beberapa dokumen dan alat bukti lain yang masih kita konfirmasikan,"papar Muhtadi.

Kajari Buru ini lalu membeberkan tiga modus yang dilakukan oknum dalam menyelewengkan DD/ADD Skikilale tahun anggaran 2019.  

Pertama; ada kuitansi fiktif. Ada kuitansi yang disodorkan sebagai bukti pertanggungjawaban, tapi anehnya tidak ada kegiatan.

Kedua, ada Mark up. Nilai barang tertulis di kuitansi  lebih tinggi dari yang sebenarnya. Dan ketiga, sama sekali tidak ada pertanggungjawaban. Kegiatannya memang tidak ada dan pertanggungjawabannya juga tidak ada.

"Kalau yang pertama itu, ada kuitansi fiktif seolah-olah ada kegiatan. Tetapi sebetulnya itu tidak ada. Nah kalua yang ketiga itu sama sekali tidak ada pertanggungjawabannya. Kegiatannya apa, juga tidak ada. Rekayasa kuitansi dan lain-lain juga tidak ada,"ungkapnya.

Ia mengaku, dari anggaran senilai Rp.560 juta yang diselewengkan, pihaknya telah menemukan kerugian lumayan besar dari modus operandi yang ketiga yaitu; tidak ada pertanggungjawaban sama sekali.

"Jadi dana itu dipakai untuk apa? tidak ada keterangan sama sekali. Dananya dicairkan, tapi kegiatan di lapangan tidak ada. Bahkan tidak ada pertanggungjawaban sama sekali. Karena tidak dipakai untuk apa-apa misalnya untuk membangun desa Skikilale,"ulasnya.

Contohnya, lanjut Muhtadi, pembangunan rumah masyarakat miskin. "Beli kayu dimana? bayar tukang berapa? Ini sulit dibuktikan,"pungkasnya.

Diketahui, selain kasus dugaan tipikor Dana Desa Skikilale, Kejari Buru juga menangani beberapa kasus yang mana sebagiannya kini dalam proses penyidikan, dan siap ditetapkan tersangka. (BB-DUL)