Politisi - Birokrasi tak Punya Konsep Entrepreneurship

Angka kemiskinan di Maluku kini bertambah. Itu artinya, masyarakat sudah sulit mendapat harapan dari pemimpin-pemimpin mereka. Kepemimpinan di masa pandemic, lanjutnya, bukan hanya untuk orang yang bisa melobi saja. Tetapi harus punya kekuatan perasaan, gagasan dan ide untuk mengkombinasi berbagai program walaupun di masa pandemic.

Menurut Amir, di samping pengendalian dan penuntasan Covid-19 berjalan, tapi masyarakat juga butuh makan. Di sini, perlu figure pemimpin di daerah baik pimpinan politik maupun birokrasi yang memiliki etos kerja yang baik, dan berpikiran entrepreneurship birokrasi itu juga kuat. Sebab, dengan kemampuan berpikir entrepreneurship dimaksud, walapun daerah diguncang Covid-19 tapi ada terobosan-terobosan untuk bertindak guna memberikan dukungan ekonomi bagi masyarakat.

Ia mencontohkan di Makassar, Sulawesi Selatan, pada masa pandemic orang dibatasi untuk ke mana-mana. Waktu aktivitas singkat. Orang-orang disekat mulai lingkungan besar hingga kecil level kelurahan dan RT.

Kaum muda di Makassar itu memiliki jiwa usaha tinggi sekali untuk menopang ekonomi mereka. Pemda pun mengusahakan lahan-lahan usaha isolir dan tepat guna dan berhasil guna kepada mereka.

“Saya ambil contoh konteiner rusak, dipotong kemudian dibuat seperti kedai-kedai kopi seperti masa kini. ini memasang intensif usaha-usaha pemuda. Lalu Pemda mensponsori pembukaan areal dagang di lingkungan masing-masing. Ini berarti Pemda Kota Makassar, punya kemampuan entrepreneurship untuk menggiring masyarakatnya taat prokes, tapi jiwa usahanya tetap jalan dan dibangun juga oleh pemererintah,” kata Amir.

Hal ini butuh pikiran entrepreneurship dari birokrasi dan politik di daerah khususnya Maaluku. Kalau masyarakat dibiarkan diam seperti sekarang, tanpa konsep usaha yang jelas, otomatis orang pasrah di dalam kehidupan. Ini berarti memelihara kemiskinan dan akan selalu meningkat.

Menurutnya kondisi itu terjadi pada dua hal; keputusan politik dalam bentuk ekspresi dan diskresi melaksanakan aturan atau kebijakan dengan melihat celah yang boleh, maksudnya jangan melanggar UU.

Pihak birokrasi di Maluku termasuk Pemkab-Pemkot, kata Amir, sejauh ini belum punya konsep entrepreneurship sedikit pun. Yang ada hanya bekerja memburu waktu kerja dan tidak bisa berpikir bagaimana mendayagunakan kondisi lingkungan untuk melahirkan profit.

Khusus untuk kota Ambon, Amir menyarankan, Pemkot jangan dulu mengeluarkan biaya untuk bernyanyi-nyanyi. Sebab masyarakat sekarang bernyanyi untuk menenangkan hati, tapi lebih berusaha supaya kenyang, sehingga hati mereka juga bisa tenang.

“Kalau menyanyi saja, nanti timbul istilah logika tanpa logistic = anarkis. Situasi sekarang orang akan bertindak anarkis, jika lahan usaha tidak mendatangkan uang untuk membeli makanan guna menenangkan diri dan keluarga. Itu semua ada di entrepreneurship konsep yang harus diadopsi oleh para politisi dan birokrasi di daerah kita,” sentilnya.

Pilkada kedepan, diharapkan mampu melahirkan bupati-wakil bupati dan gubernur-wakil gubernur yang mampu melaksanakan konsep entrepreneurship birokrasi secara baik. “jika konsep itu ada dan dilaksanakan secara nyata, saya kira daerah mulai kabupaten-kota hingga provinsi kedepan akan tenang menangani masyarakatnya untuk hidup tenang.