BERITABETA.COM, Namrole  - Salah satu anugerah yang diberikan Tuhan kepada Indonesia adalah keberagaman suku dan ras, karena itu Bhineka Tunggal Ika diyakini sebagai alat perekat sosial yang paripurna di Indonesia.

Penegasan itu disampaikan Saadiah Uluputty, anggota MPR  RI dalam acara Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Buru Selatan (Bursel), Sabtu (22/5/2021) secara online dan offline.

Menurut Saadiah, salah satu ukuran keberhasilan Bhineka Tunggal Ika adalah ketahanan sosial yang kuat di masyarakat. Di tengah derasnya arus informasi yang terkadang menyebabkan gesekan antar masyarakat. Dan juga di tengah krisis ekonomi dampak dari Pandemi Covid-19.

“Partai politik harus mengambil peran untuk memperkuat ketahanan sosial", tegasnya.

Saadiah menambahkan semua warga negara harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan berlandaskan Pancasila.

"Sebagai penjaga dan penguat nilai-nilai Pancasila,  salah satunya adalah menjaga kebhinekaan agar tetap menjadi ciri bangsa Indonesia. Sehingga bangsa lain bisa belajar dari Indonesia,” pungkas Uluputty di hadapan kader PKS dan masyarakat yang hadir dalam pertemuan yang dikemas bersamaan dengan Silaturahmi & Halal Bi Halal.

Para pendiri bangsa, kata Saadiah, saat mencetuskan Pancasila sudah melalui proses dialog dan masukan dari hampir semua tokoh bangsa dengan beragam latar belakang.

 “Ada dari kalangan akademisi dan kaum terdidik, ada dari kalangan tokoh agama dan ulama, ada dari kalangan kaum pergerakan dan aktivis kemerdekaan, juga ada dari kalangan militer dan negarawan,” ulasnya.

“Jadi sudah lengkap. Dan suasana kebatinan saat itu berada dalam frekuensi yang sama. Yaitu semangat untuk merdeka dan lepas dari penjajahan. Sekaligus mensyukuri nikmat Tuhan, yaitu kemerdekaan. Itulah mengapa Pancasila yang digagas para founding fathers kita sudah paripurna,” tambahnya.

Ditambahkan Saadiah, Kader partai sebagai  elemen bangsa bersama dengan semua stake holder lain harus punya komitmen yang tinggi untuk menjaga nilai-nilai kebangsaan dan cita-cita luhur pendiri bangsa ini.

"Persoalan yang ada di hulu. Bukan di hilir. Sebab, pondasi dan arah bangsa ini ada di hulu. Ada di konstitusi kita, yang hingga hari ini telah mengalami empat kali amandemen", bebernya.

 Menurutnya jika energi bangsa ini disibukkan berbicara persoalan yang di hilir sementara melupakan persoalan yang di hulu, hasilnya hanya kuratif dan karitatif.

“Tidak menyentuh akar persoalan. Malah yang terjadi kita berdebat kusir dan ribut sendiri. Dan itu yang diinginkan bangsa dan negara lain," ungkapnya. (BB-DIO)