BERITABETA.COM, Ambon - Tan Lie Tjen alias Ferry Tanaya hadir bersama tim kuasa hukumnya di gedung Kejati Maluku bilangan Sultan Hairun Kecamatan Sirimau Kota Ambon, Provinsi Maluku,.sekira pukul 10.15 WIT, Kamis (18/03/2021).

Pantauan beritabeta.com di gedung Kejati Maluku, tersangka korupsi pengadaan lahan untuk proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Mesin (PLTMG) 10 MV di Dusun Jiku Besar, Desa Namlea, Kabupaten Buru tahun anggaran 2016 Rp 6.081.722.920 ini hadir di gedung Adhyaksa Maluku untuk diperiksa.

Tiba di gedung Kejati Maluku Ferry dan tim kuasa hukum hendak masuk melalui pintu utama kantor Kejati, tapi mereka diarahkan oleh petugas piket untuk masuk pada ruang Pelayanan Satu Pintu Terpadu (PSPT), persis di halaman kantor Adhyaksa Maluku sebelah kiri (bila masuk dari arah gerbang utama gedung Kejati Maluku).

Ia diantar beberapa orang. Dua diantranya tim kuasa hukumnya yaitu; Herman Koedoeboen dan Firel Sahetapy. Dua orang lainnya (pengantar) tampak duduk menunggu di halaman kantor Kejati Maluku.

Pasalnya kehadiran Ferry dan tim kuasa hukum berpapasan dengan program vaksinasi hari ini dilakukan tim medis dari Dinas Kesehatan Kota Ambon terhadap 120 pegawai Kejati Maluku.

Ferry dan tim kuasa hukumnya lalu masuk dan menunggu di ruang PSPT Kejati Maluku kurang lebih satu jam. Mereka baru keluar dari ruang (PSPT) sekira pukul 11.00 WIT, seterusnya masuk menuju ruang penyidik Bidang Pidana Khusus Kejati Maluku.

Kehadiran Feery Tanaya memenuhi panggilan penyidik Kejati Maluku hari ini untuk menjalani pemeriksaan. Setelah sebelumnya pada 8 Maret 2021, dia tidak hadir untuk diperiksa.

Usai pemeriksaan rencananya tim penyidik langsung melakukan penahanan terhadap tersangka. Hanya saja ditunda.

Penyampaian penahanan terhadap tersangka akan dipimpin langsung oleh Kepala Kejati Maluku, Rorogo Zega melalui jumpa pers.

“Rekan-rekan (wartawan) baru saja saya diinformasikan, untuk hari ini belum bisa dilakukan konferensi pers terkait penahanan tersangka," ujar Kasi Penkum Kejati Maluku, Sammy Sapilette lepada wartaean Kamis (18/03/2021), tanpa memberi apa alasan dari penundaan penahanan terhadap tersangka.

Hingga berita ini dipublish Ferry Tanaya masih berada di dalam Kantor Kejati Maluku menjalani pemeriksaan.

Diketahui, kasus ini selain Ferry juga melibatkan mantan Kepala Seksi Pengukuran BPN Kabupaten Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Maluku, menemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp 6.081.722.920.

Kerugian negara Rp.6 miliar lebih itu terjadi dalam jual beli lahan untuk PLTMG, ditengarai akibat kecerobohan Ferry Tanaya, dan mantan Kepala Seksi Pengukuran BPN Kabupaten Buru, Abdul Gafur Laitupa.

Lahan seluas 48.645,50 meter persegi itu dijual oleh Ferry Tanaya kepada PT. PLN (Persero) Wilayah Maluku-Maluku Utara, untuk pembangunan PLTMG 10 MV. Indikasinya terjadi ada penggelembungan harga.

Berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak atau NJOP hanya senilai Rp.36.000 per meter kubik persegi. Tapi, diduga ada kongkalikong antara oknum PT. PLN Wilayah Maluku - Maluku Utara, juga oknum BPN Kabupaten Butu dan penjual lahan tersebut.

Diduga terjadi markup atau harga lahan itu didongkrak naik menjadi Rp.131.600 per meter. Padahal bila proses transaksi antara Ferry Tanaya dan pihak PT. PLN Wilayah Maluku-Maluku Utara dilakukan merujuk NJOP sebenarnya, maka harga lahan yang wajib dibayar oleh PT PLN hanya senilai Rp1.751.238.000.

Indikasi ketentuan NJOP ini diabaikan alias tidak dipakai sepenuhnya dalam proses jual beli lahan tersebut (BB-SSL)