BERITABETA.COM, Ambon – Perkara dugaan korupsi bermotif Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif Pemerintah Kota atau Pemkot Ambon tahun anggaran 2011 senilai Rp6 miliar.

Masing-masing Rp4 miliar dikelola oleh pihak Sekretariat Pemkot Ambon, dan Rp2 miliar dipakai pihak Sekretariat DPRD Kota Ambon. Namun penggunaanya ditaburi penyelewengan. Akibat penyimpangan dilakoni oknum tertentu menyebabkan kerugian daerah atau negara mencapai Rp1 miliar lebih.

Berdasarkan catatan Beritabeta.com, pengusutan kasus tersebut terus berpindah tangan. Empat tahun dua bulan berjalan atau sejak Mei 2018 hingga 20 Juli 2022, kasus ini ditangani oleh tiga orang Kapolres, dan empat Kasat Reskrim Polresta Pulau Ambon. Anehnya proses penyidikan justru “timbul tenggelam”.

Kasus yang ditangani sejak Polres Ambon masih tipe B, hingga telah beralih status menjadi Polres Kota atau Polresta Ambon pada 2019, justru penyidikannya tak kunjung tuntas. Sebaliknya, hingga saat ini mengendap di ‘meja’ tim penyidik Unit IV Tipikor Satrekrim Polresta Pulau Ambon.

Lambannya penanganan kasus dimaksud dapat dilihat dari pergantian Kapolres Pulau Ambon. Betapa tidak, sudah tiga orang menjadi Kapolres Pulau Ambon, tapi kasus tersebut hingga kini belum juga kelar.

Awal pengusutannya di era kepemimpian Kapolres Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, AKBP Sutrisno Hadi Santoso. Kemudian dilanjutkan oleh Kombes Leo Surya Simatupang.

Seiring waktu berjalan Leo diganti, dan seterusnya kasus tersebut ‘berpindah tangan’ atau pengusutannya dilakukan di era kepemimpinan Kombes Raja Arthur Lumongga, selaku Kapolresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.

Selain tiga Kapolres tersebut, kasus tersebut juga ditangani oleh empat orang Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.

Yaitu; AKP Rival Efendi Adikusuma, AKP Gilang Prasatya, AKP Djufri Djawa, dan AKP Mido Johanes Manik. Lucunya, penanganan perkara ini belum juga tuntas.

Kejanggalan mewarnai penanganan perkara dugaan tipikor bermotif SPPD fiktif tersebut. Sebab, sejumlah bukti termasuk kerugian negara berupa hasil audit BPK telah dikantongi oleh tim penyidik Unit IV Tipikor Satreskrim Polresta Pulau Ambon pada November 2019.

Celakanya, sampai sekarang belum ada seorang pun oknum atau pihak terkait dengan perkara ini yang ditetapkan sebagai tersangka. Sebaliknya, kasus ini justru mandek di meja tim penyidik Polresta Pulau Ambon.

Tim Penyidik Unit IV Tipikor Satreskrim Polresta Pulau Ambon hingga 2021 lalu, telah memeriksa puluhan orang atau pihak terkait sebagai saksi.

Termasuk eks Walikota Ambon Richard Louhenapessy beserta istrinya yakni Leberina Louhenapessy turut dikonfrontir alias diklarifikasi oleh tim penyidik Satrekrim Polresta Pulau Ambon.

Menyikapi lambannya penanganan perkara dugaan tipikor SPPD fiktif Pemkot Ambon dan Sekretariat DPRD Kota Ambon tersebut Penggiat Antikorupsi Idham Sangadji mengkritik tajam kinerja pihak Polresta Pulau Ambon. Harus dapat ditunjang dengan peningkatan kualitas.

“Seharusnya kenaikan tipe Polres Ambon menjadi Polres Kota pada 2019 lalu, mesti disusul dengan peningkatan kualitas serta etos kerja personilnya lebih profesional,” tandas Idham menyikapi penanganan kasus dugaan tipikor SPPD fiktif Pemkot Ambon kepada Beritabeta.com Rabu, (20/07/2022).

Sekretaris Nasionalis Peduli Rakyat (SNIPER) ini menilai, lambatnya penanganan perkara dugaan korupsi SPPD fiktif Pemkot Ambon yang berlangsung selama empat tahun (2018-2022), patut digaris bawahi oleh publik.

“Tiap penanganan perkara ada mekanisme dan ketentuan. Bila tidak cukup bukti, maka proses penyelidikan dan penyiidikan boleh dihentikan. Begitu sebaliuknya. Tapi kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon dan Sekretariat DPRD Kota Ambon itu kan berbeda. Sebab, hasil audit kerugian negara dari BPK sudah diserahkan ke Polresta Ambon. Mengapa belum dilimpahkan ke Kejaksaan untuk diproses lanjut di pengadilan?” tanya Idham.

Ia mengingatkan pihak Polresta Ambon, korupsi bukan delik aduan. Sehingga publik berhak untuk mengetahui sejauhmana perkembangan perkara dugaan tipikor SPPD fiktif Pemkot Ambon tersebut.

“Bila tidak ada transparansi terkait penanganan kasus SPPD fiktif ini, tentu akan berdampak pada integritas institusi Bhayangkara khususnya Polresta Ambon,” tandasnya.

Idham meminta atensi Kapolda Maluku Irjen Lotharia Latif. Alasannya sudah tiga orang Kapolres, dan empat Kasat Reskrim Polresta Pulau Ambon menangani kasus tersebut, sayangnya tidak tuntas.

Idham Sangadji, Penggiat Antikorupsi/Sekretaris Nasionalis Peduli Rakyat (SNIPER)
Idham Sangadji, Penggiat Antikorupsi/Sekretaris Nasionalis Peduli Rakyat (SNIPER)

“Kalau pihak Polresta Pulau Ambon tidak mampu menangani kasus ini, ya Polda Maluku ambil alih atau Mabes Polri. Ingat, musuh bangsa ini adalah korupsi. Sebab, korupsi telah menyumbat pembangunan dan kesejahteraan manusia Indonesia khususnya warga Kota Ambon,” tegas Idham.

Konstruksi Perkara

Dugaan korupsi SPPD Pemkot Ambon dan Sekretariat DPRD Kota Ambon tanhun anggaran 2011 senilai Rp6 miliar tersebut bukan dilaporkan oleh masyarakat. Ihwal ini ansih merupakan temuan pihak Polresta Ambon.

Pada Agustus 2018 lalu SPDP perkara ini diterbitkan oleh pihak Polresta Ambon. Saat itu AKBP Sutrisno Hadi Santoso menjabat selaku Kapolres Pulau Ambon. SPDP itu kemudian disserahkan ke Kejaksaan Negeri Ambon.

Proses penyidikan pun berlangusng marathon. Namun berkas perkaranya sampai saat ini belum ada di tangan pihak Kejari Ambon.

Dari penyelidikan dan penyidikan tim penyidik Polresta Pulau Ambon menemukan adanya pertanggungjawaban anggaran SPPD Pemkot dan Sekretariat DPRD Kota Ambon tahun anggaran 2011 terpakai habis. Tapi pertanggungjawabannya diselubungi praktik manipulasi data.

Tim penyidik Unit IV Tipikor Satrekrim Polresta Pulau Ambon menemukan 114 tiket di lingkup Sekretariat Pemkot Ambon sarat fiktif. Nilainya mencapai Rp600 juta.

Temuan serupa juga diungkap tim penyidik Polresta Ambon mengenai penggunaan biaya SPPD tahun anggaran 2011 di lingkup Sekretariat DPRD Kota Ambon.

Pertanggungjawaban anggaran senilai Rp2 miliar oleh pihak Sekretariat DPRD Kota Ambon menyebut [anggaran] tersebut terpakai habis.

Kontradiksinya, justru tim penyidik menemukan ada 100 tiket pesawat dengan anggaran mencapai Rp742 juta lebih pertanggungajwabannya tidak jelas bahkan sarat fiktif.

Antara lain, boking tiket dengan nama orang lain. Ada pegawai atau pejabat yang tidak melakukan perjalanan dinas, aneh bin ajaib nama mereka justru termaktub alias dimasukkan oknum tertentu pada SPPD tahun anggaran 2011.

Adapula tiket perjalanan dinas seperti nama, tanggal keberangkatan termasuk code boking justru tidak ditemukan oleh tim penyidik Polresta Ambon di beberapa maskapai penerbangan semisal Garuda, Batavia Air dan Sriwijaya.

Sejumlah bukti kejahatan terkait penyelewengan anggaran SPPD Pemkot Ambon dan Sekretariat DPRD Kota Ambon tersebut sudah dikantongi oleh tim penyidik Unit IV Tipikor Satreskrim Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease.

Pemeriksaan Saksi

Proses penyelidikan hingga penyidikan perkara ini pada 2018 hingga 2022, tim penyidik Satreskrim Poresta Ambon telah memeriksa puluhan orang atau pihak terkait dengan perkara dugaan tipikor SPPD fiktif Pemkot Ambon dan Sekretariat DPRD Kota Ambon tahun anggaran 2011 senilai Rp6 miliar itu sebagai saksi.

Diantaranya, mantan Sekretaris Kota Ambon Anthony Gustav Latuheru, Kepala Bappeda Kota Ambon, Dominggus Matulapelwa, mantan Kadis Tata Kota Ambon Novel Masuku, Bendahara Pengeluaran Sekretariat Pemkot Ambon, Josias Aulele.

Adapula mantan Kepala Inspektorat Kota Ambon, Mosez Maiseka, mantan Kadis Tata Kota Novel Masuku, mantan Kabid Darat Dinas Perhubungan Kota Ambon Doddy M Retob.

Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan Kota Ambon, Jhon Tupan, Mantan Sekretaris DPRD Kota Ambon Elkyopas Silooy juga sudah diperiksa termasuk staf kesekretariat DPRD Kota Ambon.

Selain itu, anggota DPRD Kota Ambon periode 2009-2014 dan periode 2014-2019, juga ikut diperiksa oleh tim penyidik Unit IV Tipikor Satreskrim Polresta Pulau Ambon.

Begitu pula pihak Trevel maskapai Penrbangan di Jakarta ikut diperiksa oleh tim penyidik Satrekrim Polresta Pulau Ambon, dan pihak BPK juga telah diperiksa sebagai saksi ahli.

Anehenya sampai saat ini kasus SPPD fiktif Pemkot Ambon dan Sekretariat DPRD Kota Ambon Rp6 miliar tersebut belum juga dilimpahkan oleh tim penyidik Satrekrim Polresta Ambon ke Kejaksaan Negeri Ambon untuk seterusnya ditindaklanjuti ke Pengadilan Tipikor.   (*)

 

Editor : Samad Vanath Sallatalohy