Wilayah-wilayah yang termasuk dalam daerah Swatantra Tingkat II Maluku Tengah adalah,  pulau Ambon, Pulau-pulau Lease, Pulau-pulau Banda, Seram Timur, Seram Utara, Seram Selatan, Seram Barat, dan Pulau Buru sebagaimana yang tercantum dalam PP. No. 35 Tahun 1952 tersebut.

Peristiwa inilah kemudian memicu lahirnya sebuah kota impian yang kita kenal dengan sebutan  Masohi. Kota Masohi, sejatinya merupakan realisasi dari cita – cita yang bersandikan pengakuan etnologi yang hidup dalam hati nurani penduduk untuk kembali ke Nusa Ina (Pulau Ibu).

Penduduk di pulau  Ambon, Lease, Buru, dan Banda, merindukan tempat berdirinya Ibu Kota Maluku Tengah di Nusa Ina, karena disana adalah pulau harapan dan masa depan Maluku.

Hasrat inilah kemudian mendorong pusat pemerintahan daerah yang sementara berkedudukan di kota Ambon untuk kembali ke Pulau Seram.  Dalam sidang – sidang di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sementara (DPRS) Maluku Tengah yang berlangsung di Ambon pada tahun 1952, terdengar suara – suara dengan tegas mendesak agar Ibu Kota Kabupaten Maluku Tengah secepatnya dapat dibangun di Pulau Seram.

Setahun berlalu, tepatnya tahun 1953, Dewan Pemerintah Daerah (DPD) Maluku Tengah akhirnya memutuskna untuk mempercepat pembentukan Ibu Kota Kabupaten Maluku Tengah dan memutuskan agar lokasi ibu kota berada di dataran Kupopowoni (belakang Negeri Amahai).

Keputusan ini diambil setelah Saniri Negeri Amahai dan Soahuku di hadapan Kepala Pemerintah Setempat (KPS) Amahai pada tanggal 8 Juni 1953 menyepakati  dataran Kupopowoni diserahkan dengan cuma – cuma kepada pemerintah daerah.

Dataran Kupopowoni yang disepakati  kembali dimentahkan, setelah digelar  survei yang  menyimpulkan dataran tersebut tidak memenuhi syarat disebabkan kurangnya persediaan sumber air. Saat itu hasil survey menyebutkan debit air yang ada di dataran Kupopowoni hanya sekitar 15 sampai dengan 20 liter per detik.

Penolakan dataran Kupopowoni, kemudian berlanjut dengan survei dengan mengambil lokasi lain di Seram Barat.  Dataran Eti menjadi pusat survei dan kemudian dinyatakan memenuhi syarat untuk lokasi ibu kota.

Apesnya, setelah rencana lokasi tersebut diajukan kepada DPRDS, ternyata mendapat penolakan yang begitu kuat. DPRDS menolak lokasi tersebut dan tidak  menyetujui karena dipengaruhi oleh kehendak Latupatti Seram Selatan yang dimotori oleh Pemerintah Negeri Amahai, Suahuku, Haruru, Makariki, Waraka, Rutah dan Tamilouw.

Penolakan ini juga didukung dengan  suara – suara protes  dari Latupatti Seram Timur dan Seram Utara yang meminta  agar Ibu Kota Kabupaten Maluku Tengah  tetap berada di Seram Selatan.

Maka lahirlah survey yang ketiga kali diulang dengan mengambil lokasi sekitar Amahai yang dikenal sebagai dataran ‘Nama’.  Dataran ‘Nama’ kemudian final disepekati,  setelah dilakukan otomotivoring DPRDS pada persidangan tahun 1955. Semua sepakat dataran ‘Nama’sebagai lokasi ibu kota.