Selanjutnya, Pasal 5 mengatur bahwa kode etik ASN penting dalam menjaga martabat dan kehormatan ASN; sedangkan Kode etik dan kode perilaku mengatur perilaku agar Pegawai ASN memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN; dan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin Pegawai ASN.

Bukan tanpa dasar, jika saya mempersoalkan etika dari para Pejabat Publik yang adalah ASN dan oleh polisi ditetapkan sebagai tersangka pelaku criminal, oleh hakim pengadilan tingkat pertama ditetapkan sebagai terpidana.

Landasan regulasinya jelas ada. Sebagai pejabat dengan jabatan eselon II, yang berarti memiliki jajaran staf yang cukup banyak, wajib mereka menjaga kewibawaan dan martabat mereka sebagai ASN pelayanan publik, dan menjadi teladan bagi stafnya. Belum lagi jika kita soalkan pertanggungjawaban kepada publik.

Komitmen Internasional

Saya ingin mengingatkan bahwa Indonesia telah terikat sebagai Negara Peserta dari 2 (dua) konvensi yang dibuat oleh PBB untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia.

Kedua konvensi itu adalah CEDAW (Convention on the Elimination of Discrimination Against Women) yaitu Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Tindakan Diskriminasi terhadap Perempuan dan UNCAT (United Nations Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment) yaitu Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak manusiawi, atau Merendahkan.

CEDAW diratifikasi pada 24 Juli 1984 melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan.

Sedangkan UNCAT diratifikasi melalui UU No. 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.

Kedua konvensi ini adalah perangkat regulasi HAM internasional dan sebagai Negara yang ikut menandatangani dan sudah meratifikasi, Indonesia wajib patuh pada ketentuan-ketentuannya. Tidak boleh ada kompromi atas pelanggaran.

Kepala daerah yang merupakan representasi dan manifestasi kehadiran negara di daerah, semestinya tegas menegakkan aturan hukum maupun Hak Asasi Manusia, apalagi jika pelakunya adalah pejabat pada jajarannya. Mestinya tidak ada toleransi dengan pejabat-pejabat Negara yang demikian.

Harapan Penegakan Hukum

Terhadap peristiwa di Kabupaten SBB, kami berharap aparat keamanan mengusut kasus itu hingga tuntas dan menindak tegas pelaku, walaupun dia seorang pejabat. Bahkan, justru karena statusnya sebagai pejabat dengan jabatan eselon yang tinggi, mestinya hukum dan HAM lebih ditegakkan.

Apabila terbukti secara hukum melakukan tindak pidana penganiyaan dan/atau lainnya, pejabat yang bersangkutan harus pula diberikan sanksi administrative sebagai ASN. Dalam hal ini, Kepala Daerah diharapkan nanti mengambil sikap tegas sesuai aturan kepegawaian yang ada.