BERITABETA.COM, Ambon – Anggota Komisi VII DPR RI Dapil Maluku Mercy Barends, ST menegaskan keberadaan perusahaan pertambangan skala kecil yang beroperasi di Provinsi Maluku wajib memiliki Pengawas Operasional Pertama (POP) dalam menunjang seluruh aktivitas pertambangan di daerah ini.

“Keharusan ini sudah menjadi persfektif global dalam pengelolaan  pertambangan secara berkelanjutan dengan memperhatikan sejumlah pilar utama. Maka ketersediaan tenaga profesional POP ini sangat penting untuk membantu menangani sejumlah masalah krusial yang terjadi di wilayah usaha perusahaan,” kata Mercy Barends kepada wartawan usai membuka Diklat Pemenuhan dan Uji Kompetensi bagi POP pada Pertambangan Skala Kecil di Provinsi Maluku yang berlangsung di Swissbell Hotel,  Ambon, Senin (1/8/2022).

Kegiatan diklat yang digelar atas kerjasama Kementerian ESDM dengan Komisi VII DPR RI ini, melibatkan sebanyak 20 perserta yang dikirim belasan perusahaan tambang yang beroperasi di Maluku.

Menurut Mercy, puluhan peserta ini akan dilatih selama sepekan dan diuji untuk menghasilkan para tenaga profesional yang akan bertugas di setiap perusahaan pertambangan skala kecil.

“Jadi mereka yang diuji akan mengantongi sertifikasi khusus sebagai pengawas pertambangan,” ungkapnya.

Politisi PDI-Perjuangan Maluku ini  berharap mereka yang dilatih dalam diklat ini, selain memiliki sertifikasi khusus yang meliputi aspek-aspek teknis, tapi juga dapat menguasai seluruh aktivitas pertambangan dalam semangat pertambangan berkelanjutan atau ‘Best Practice Sustainable Meaning’.

Ia mencontohkan, dari sisi pilar ekonomi, beroperasinya perusahaan tambang tidak saja focus pada sisi bisnisnya, tapi juga berkaitan dengan penguatan perekonomian kawasan yang ada di sekitar pertimbangan, termasuk perekonomian daerah dan berkontribusi terhadap pendapatan bagi negara.

Selain itu, kata Mercy aspek penting lainnya yang menjadi pilar utama adalah masalah lingkungan. Misalnya melakukan upaya konservasi pasca operasi penambangan, apalagi sebagian wilayah pertambangan di Maluku ini, masuk dalam kawasan hutan.

“Dengan kondisi ini,  sudah tentu beroperasinya perusahaan tambang di Maluku akan  menimbulkan dampak lingkungan hutan. Ini yang saya stressing tadi bahwa seluruh pegawas pertimbangan ini, harus dilatih sedapat mungkin memiliki spesifikasi atau kompentisi yang berkaitan dengan usaha-usaha pertambangan ini,” tandasnya.

Untuk itu, tambah Mercy, salah satu upaya yang wajib dilakukan perusahaan tambang adalah program pemulihan ekosistem lingkungan hutan yang menjadi area atau kawasan eks tambang dengan berbagai kegiatan yang sifatnya pemulihan kembali kawasan tersebut.

“Nah disinilah peran para pegawas pertambangan itu, untuk menjalankan tugas-tugas pengawasan selain petugas yang disiapkan pemerintah,” ungkap Mercy.

Ia menambahkan, dengan kondisi wilayah Maluku yang terdiri dari luas daratan hanya 7 persen lebih dan luas laut sebesar 92 persen lebih, tentunya kondisi luas daratan Maluku yang kecil ini, bila salah dalam pengelolaan akan menimbulkan dampak yang cukup besar.   

“Kondisi ini pula yang membuat kita gelisah, karena dengan wilayah darat yang kecil, jika kita bicara pertimbangan, maka harus benar-benar diperhatikan masalah kelangsungan lingkungannya. Jika tidak lingkungan akan rusak, kehidupan sosial masyarakat di wilayah tersebut juga akan merasakan dampak yang luar biasa,” tutup Mercy (*)

Editor : dhino pattisahusiwa