BERITABETA.COM, Bula — Ketua Fraksi Gerindra DPRD Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Costansius Kolatfeka mendesak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) SBT untuk menetapkan status Desa Sabuai, Kecamatan Siwalalat sebagai desa tanggap bencana.

Penetapan ini, menyusul terjadinya bencana banjir bandang yang mengepung pemukiman warga Desa Sabuai, pada Jumat 6 Agustus 2021 lalu, sebagai dampak dari aktivitas pembalakan liar yang dilakukan CV. Sumber Berkat Makmur (SBM).

Untuk itu, Costansius Kolatfeka meminta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten SBT untuk segera melakukan investigasi dan pemetaan kawasan di Kecamatan Siwalalat yang berdampak banjir.

" BPBD SBT harus segara mengusulkan kepada Bupati untuk menetapkan Sabuai sebagai desa darurat tanggap bencana" pinta Costansius Kolatfeka saat diwawancarai beritabeta.com di Bula, Minggu (8/8/2021).

Anggota Komisi C DPRD SBT itu menegaskan, Pemkab SBT harus bertanggungjawab atas dampak kerusakan lingkungan yang terjadi di Kecamatan Siwalalat beberapa waktu lalu.

Pasalnya, kerusakan hutan yang terjadi itu bermula dari izin perkebunan yang dikeluarkan Bupati SBT Abdul Mukti Keliobas kepada CV SBM, sehingga Imanuel Quedarusman alias Yongki menjadikan sebagai titik awal membabat hutan di Desa Sabuai.

"Dengan izin itulah kemudian wilayah itu diekploitasi dan tidak menghitung dampak yang saat ini terjadi di masyarakat, sehingga Pemda secara moral harus bertanggungjawab menangani banjir tersebut" tegasnya.

Selain Bupati SBT, Costansius yang juga sebagai pemerhati lingkungan hidup itu meminta pertanggungjawaban Kepala Dinas Kehutanan Maluku Sadali Ie sebagai pihak yang mengeluarkan izin pemanfaatan kayu (IPK) kepada CV SBM.

Dia bahkan meminta penegak hukum untuk tidak berhenti pada penetapan Imanuel Quedarusman alias Yongki sebagai tersangka tunggal pengrusakan hutan adat, namun lanjut dia, pihak-pihak yang terlibat harus ikut disentuh.

"Saudara Sadali Ie juga harus bertanggungjawab, sehingga Dinas Kehutanan segera mendesak pihak perusahaan untuk reboisasi dan mengembalikan lingkungan yang asri," bebernya.

Disinggung soal putusan Pengadilan Negeri (PN) Dataran Hunimua atas putusan Bos CV SBM dengan kurungan penjara dua tahun dan subsider Rp 500.000.000, dia beranggapan hal itu sebagai norma hukum yang berlaku.

Alumni Fakultas Pertanian Unpatti Ambon itu menandaskan, kendati bos CV SBM sedang menjalani masa tahanan, namun perusahaan bersama Pemda SBT dan Dinas Kehutanan Maluku harus bertanggungjawab untuk perbaikan lingkungan.

"Semangat undang-undang 32 tahun 2009 tentang lingkungan hidup, walaupun dia masuk penjara tapi perusahaannya hidup. Dia harus diminta untuk tetap menanggulangi resiko-resiko lingkungan sebagai akibat dari kerusakan lingkungan yang dilakukan" pungkasnya (*)

Pewarta : Azis Zubaedi